Rabu 15 Jun 2016 04:51 WIB

Perda Syariah, Betawi, dan Kepalsuan Media Sosial

 Petugas Satpol PP merazia sejumlah gelandangan dan pengemis di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Jumat (5/7).  (Republika/Yasin Habibi)
Tewasnya pemimpin Libya Muamar Qadafi akibat Arab Spring malah meluluhlantakan negara kaya minyak tersebut. (photo file)

Dalam banyak kesempatan, budayawan Radhar Panca Dahana pun kerap kali mempersoalkan agenda setting yang kini banyak membaluri media, terutama media sosial. Saking jengkelnya, Radhar ketika beberapa waktu lalu berdiskusi di gedung parlemen menyatakan: "Kalau saya jadi presiden maka saya akan tutup media sosial!"

Radhar menyatakan, saat ini Indonesia sangat butuh konsensus. Politik hingga pembentukan sistem nilai juga butuh konsensus. Namun, konsensus itu tidak bisa didapat dengan mengandalkan sikap atau pendapat media sosial.

"Media sosial adalah cermin dari sikap kebebasan berpendapat yang mutlak. Padahal, sebenarnya di alam nyata tak ada kebebasan yang seperti itu. Akibatnya, terjadilah sebuah situasi ‘ketiadaan konsensus’ yang ujungnya kemudian menghancurkan adanya acuan," kata Radhar.

Akibat kehancuran acuan itu, maka apa yang disebut etika atau moralitas tak ada lagi. "Apa yang disebut beradab, bermoral, santun, baik dan buruk, pun menghilang. Setiap orang mengacu pada dirinya sendiri saja atas nama mitos kebebasan," tegasnya.

Dan setelah itu terjadi, maka apa yang disebut budaya dan peradaban Indonesia akan mengalami kematian. Kalau pun kemudian masih ada, maka yang muncul adalah sisa-sisa budaya dan peradaban Indonesia yang rendah mutunya.

"Kalau tak ada yang sadar mencegah proses kehancuran akibat munculnya teknologi komunikasi, informasi, dan komputasi (munculnya dunia virtual--Red), maka nantinya budaya Indonesia yang muncul hanyalah budaya anomali yang itu sifatnya destruktif, tidak humanis, kriminal, dan koruptif. Dan tanda-tandanya sudah terlihat jelas di depan mata. Media sosial salah satu penyebabnya," katanya.

Radhar kemudian meminta semua pihak merenungkan kembali mengenai apa yang didapat dari revolusi melalui media sosial--yang terkenal dengan sebutan Arab Spring. Faktanya, karena tetap gagal mencapai konsensus maka negara seperti Libya, Tunisia, dan Mesir malah menjadi hancur berantakan.

Di Mesir misalnya, kondisi negara tak kunjung membaik dan malah memunculkan rezim diktator militer yang dulu dislogankan di berbagai media sosial akan dihilangkan. Di Libya muncul perang saudara yang seolah tak ada habisnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement