Rabu 30 Mar 2016 07:54 WIB

Jihad Bukan Melawan Pemerintahan yang Sah

Ahmad Satori Ismail, Ketua Ikatan dai Indonesia
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ahmad Satori Ismail, Ketua Ikatan dai Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Prof Dr Ahmad Satori Ismail menegaskan jihad dan syahid bukan dengan mengangkat senjata melawan pemerintahan yang sah. Jihad bukan pula melakukan perusakan, apalagi teror yang membuat orang takut.

"Jadi, tidak ada hubungan antara jihad dan syahid dengan aksi- aksi terorisme yang terjadi, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Mereka tidak paham makna sebenarnya jihad dan syahid dan jelas tidak mengerti Islam," kata Satori di Jakarta, Selasa (29/3).

Satori mengatakan, sejak dahulu warisan Islam adalah kelembutan. Islam menyuruh umatnya untuk berdakwah secara hikmat, memberikan nasihat secara baik, bahkan berdialog juga harus dengan baik. "Islam itu lembut, indah, rahmatan lil alamin. Itulah inti ajaran Islam," kata Satori.

Menurut dia, berjihad bisa dengan berbagai macam cara, bisa menggunakan harta, tenaga, kekuatan, jiwa, dan lain-lain. Di era penjajahan, jihad memang dilakukan dengan segala daya, baik ekonomi, budaya, hingga mengangkat senjata. "Ketika kita sudah tidak dijajah secara fisik, maka perjuangan kita bukan angkat senjata. Tapi dengan memerdekakan negeri ini dari berbagai pengaruh asing, kemiskinan, sehingga bangsa Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur sesuai UUD 45," tutur Satori.

 

Hal senada diungkapkan Guru Besar Ilmu Sosiologi Agama UIN Syarief Hidayatullah Prof Dr Bambang Pranowo, MA. Menurut Bambang Pranowo, jihad dan syahid di zaman modern ini bukan dengan cara teror, apalagi memerangi bangsa sendiri.

"Kalau di Indonesia jelas tidak bisa diterapkan istilah jihad dan syahid karena negara kita tidak dalam perang. Jadi, apa yang diusung para pelaku aksi terorisme seperti bom Thamrin dan juga kelompok Santoso di Poso, jelas salah dalam menafsirkan jihad dan syahid," jelas Bambang.

Ia menilai mereka yang keliru menafsirkan arti jihad dan syahid itu karena pemahaman agama Islam yang masih dangkal serta terbutakan oleh berbagai macam propaganda radikalisme yang dinilai lebih menarik, jelas, tegas, dan memberi jawaban pada persoalan mereka. "Mereka tahunya sederhana bahwa syahid itu mati ala perang. Dalam sebuah hadits disebutkan orang yang keluar rumah untuk menuntut ilmu terus meninggal dunia, juga termasuk syahid fii sabilillah dan memiliki derajat yang tinggi di mata Allah," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement