Selasa 15 Dec 2015 18:17 WIB

Mensos Usulkan Menag Buat Peraturan Terkait Nikah Siri

Rep: c35/ Red: Andi Nur Aminah
Nikah Siri (Ilustrasi)
Foto: kioshukumonline.blogspot.com
Nikah Siri (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernikahan yang tidak tercatat atau nikah siri seringkali berdampak pada anak-anak hasil pernikahan, dan juga pihak perempuan. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa meyakini pernikahan siri tersebut disebabkan karena kendala proses administratif atau bisa juga karena mahar yang terlalu mahal. Seperti contohnya antara lain di daerah NTB dan Bali.

Menurut Khofifah, pernikahan yang tidak dicatatkan ini akan menimbulkan banyak dampak bagi anak. Di antaranya sulitnya anak dari hasil pernikahan siri tersebut untuk memiliki akta kelahiran. Selain itu pernikahan siri juga akan menjadi sumber banyak permasalahan yang menjadikan perempuan tidak terlindungi. Juga tidak mendapatkan hak waris, bahkan ketika menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 

Sementara itu, kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut juga meyakini bahwa maraknya nikah siri karena pernikahan pada usia dini. Sehingga dia mengusulkan kepada Menteri Agama untuk segera melakukan tindakan, misalnya membuat Peraturan Menteri Agama (PMA) terkait pernikahan dini. PMA ini nantinya dapat dijadikan referensi bagi Kepala KUA di seluruh Indonesia.

(Baca Juga:Tak Ada Alasan Lagi Menikahkan Dini Anak-Anak).

"Sehingga di daerah-daerah tidak ada lagi perkawinan usia dini, karena perkawinan usia dini juga berdampak pada tingginya kematian ibu. Selain itu perceraian juga cukup signifikan terjadi pada usia perkawinan di bawah lima tahun," ujarnya kepada Republika.co.id Selasa (15/12).

Dengan pernikahan dini tersebut, Mensos Khofifah meyakini kematangan psikologis perempuan belum tercapai. Akibatnya perceraian marak terjadi. Sedangkan perceraian tersebut karena adanya gugatan cerai sebelumnya, yang artinya kaum perempuan yang menginginkan perceraian tersebut. 

Sementara dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan usia minimum perempuan untuk menikah adalah usia 16 tahun. Usia tersebut bagi Mensos Khofifah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Di mana pada usia tersebut merupakan usia anak-anak untuk mendapatkan pendidikan pada jenjang SMA. Sedangkan untuk melakukan revisi diperlukan proses yang cukup panjang. 

"Karena itulah perlu ada percepatan solusi dalam menangani permasalahan tersebut. Salah satunya dengan adanya PMA yang mengatur perkawinan pada usia dini," katanya.  

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement