Kamis 08 Oct 2015 19:21 WIB

Kemenag: Tunjangan Guru Madrasah dan Negeri Sama Saja

Rep: Marniati/ Red: Andi Nur Aminah
Dana tunjangan guru rawan dikorupsi (ilustrasi).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Dana tunjangan guru rawan dikorupsi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengatakan tidak ada pembeda tunjangan antara guru madrasah PNS maupun non PNS. Direktur Madrasah Kemenag, Nur Kholis mengatakan jika ada guru madrasah non PNS yang tidak mendapatkan insentif dari pemerintah daerah setempat, hal itu berkaitan dengan otonomi daerah dan kemampuan anggaran masing-masing daerah.

"Tidak ada istilah membedakan tunjangan guru, itu tidak ada. Hanya persoalannya sekarang ketika pemda punya kebijakan itu artinya mereka punya anggaran yang sesuai kemampuannya masing-masing. Bahkan ada istilah guru honda (honor daerah). Dan tentu ketika sudah masuk honda, madrasah ya nggak termasuk," ujar Nur Kholis, Kamis (8/10).

Ia menjelaskan, pemerintah dalam hal ini Kemenag dan Kemendikbud telah memiliki program yang diperuntukkan untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Program itu telah dibahas bersama Bappenas.

Ia menerangkan, ada tiga tunjangan yang diperuntukan untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Pertama  tunjangan profesi bagi guru PNS dan non PNS yang sudah bersertifikat.  Kedua, tunjangan fungsional bagi guru yang belum mendapatkan sertifikat. Ketiga tunjangan guru daerah khusus seperti daerah terdepan, terluar, tertinggal.

 

Menurutnya, dalam mengalokasikan anggaran tunjangan bagi guru madrasah non PNS, pemerintah mengacu pada data dan perencanaan. Kasi madrasah kabupaten kota, nantinya akan memberikan laporan ke tingkat provinsi. Selanjutnya provinsi akan melapor ke tingkat pusat. Menurutnya, pemerintah tidak mungkin mengalokasikan anggaran jika tidak ada usulan dari daerah.  

Sehingga jika di lapangan masih ditemukan  guru Madrasah non PNS yang belum mendapatkan tunjangan dari Kemenag, kemungkinan besar itu karena dari daerah belum mengajukan datanya.

 

Dia mengatakan, mengurus guru sampai satu juta orang itu tidak mudah. Kalau misalnya ada yang terlewat satu atau dua orang jangan dibesar-besarkan seolah semuanya. "Tidak bisa digeneralisasikan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement