Kamis 15 Jan 2015 04:10 WIB

Guru Agama Asing Berhak Perpanjang Masa Kerja (2-habis)

Rep: c14/ Red: Damanhuri Zuhri
Guru Agama Islam (Ilustrasi)
Foto: Antara
Guru Agama Islam (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,

Wakil Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga berpendapat kebijakan tersebut tebang pilih. Menurutnya, Kemenaker harus juga memperhatikan guru asing selain pengajar agama, seperti guru bahasa asing atau guru ilmu umum.

Sebab, kata dia, mereka juga berpeluang menyebarkan paham radikalisme di Tanah Air. “Kalau mau, ya, semua guru. Tentu tidak adil bila kebijakan (Kemenaker) itu hanya diterapkan kepada guru agama (asing),” kata Saleh.

Direktur Penempatan TKA Kemenaker Herry Sudarmanto sebelumnya mengatakan, bila nanti revisi Permenaker Nomor 40 Tahun 2012 diimplentasikan, izin pengajar agama asing yang kini ada di Indonesia tidak akan diperpanjang.

 

Kemudian, begitu masa kerja para TKA pengajar agama itu selesai, mereka akan segera dipulangkan ke negara asalnya masing-masing. Adapun, kata Herry, pemerintah tidak perlu melakukan sweeping TKA pengajar agama bila aturan ini diterapkan.

Sementara itu, tokoh Islam dari Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, Dr Hamid Fahmi Zarkasyi, menilai dampak revisi Permenaker Nomor 40 Tahun 2012 tentang pelarangan guru agama dan dosen teologi asing patut dipertanyakan keadilannya bagi masyarakat Indonesia, terutama kaum Muslim. Sebab, kata Hamid, radikalisme yang dimaksud Kemenaker hanya yang mengatasnamakan agama.

Sehingga, tampak Kemenaker mudah terbawa arus wacana dari luar, khususnya Barat, yang kini sedang dirundung isu kekerasan atas nama agama.

“Kalau pemerintah hanya melarang guru agama, terutama yang dari Timur Tengah, maka pemerintah sudah terhegemoni oleh kepentingan Barat. Itu poin saya,” kata Hamid.

Lebih jauh, Hamid Zarkasyi menjelaskan, hegemoni Barat telah mengidentikkan radikalisme tidak lebih sebagai paham kekerasan atas nama agama. Sehingga, yang kerap tersudut selalu umat beragama.

Adapun paham lainnya yang menimbulkan kekhawatiran bagi umat diabaikan, misalnya paham orientalisme, liberalisme, sekularisme, atau bahkan ateisme.

Padahal, menurut Hamid, para pekerja asing yang berafiliasi dengan paham-paham tersebut juga pantas dicegah agar tidak masuk ke Indonesia.

“Makanya, kalau Kemenaker juga melarang orang-orang (pekerja asing) orientalis, sekuler, dan liberal masuk ke Indonesia, saya salut. Itu berarti menjaga NKRI,” ujar Hamid mengingatkan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement