Selasa 10 Sep 2013 06:42 WIB

Didiskriminasi, Muslim Sumut Mengadu ke Komnas HAM

Rep: Amri Amrullah/ Red: Djibril Muhammad
Komnas HAM
Foto: Antara/Reno Esnir
Komnas HAM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus diskriminasi rumah ibadah tidak hanya diklaim terjadi umat beragama mayoritas terhadap minoritas saja. Belakangan di Sumatera Utara (Sumut) kasus diskriminasi terhadap rumah ibadah kalangan mayoritas juga terjadi, bahkan di laporkan semakin masif.

Hal ini terungkap setelah beberapa perwakilan dari Forum Umat Islam (FUI) Sumatera Utara (Sumut) perwakilan dari kalangan umat Islam di Sumut mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Ketua FUI Sumut, Sudirman Timsar Zubil dalam laporannya mengatakan ada beberapa kasus diskriminasi terhadap masjid yang mulai sistematis di Sumatera Utara.

"Kesan kami diskriminasi terhadap masjid dan umat Islam di Sumut ini sistematis," ujarnya usai memberikan laporan ke Komnas HAM, Senin (9/9).

Indikasi ini karena terjadi di beberapa wilayah di Sumut terhadap simbol-simbol umat Islam di sana. Dalam laporannya, FUI Sumut melaporkan empat kasus diskriminasi terhadap masjid, dua kasus pelanggaran HAM terhadap pengungsi Rohingya dan satu kasus diskriminasi terhadap siswa Muslim.

Berbagai kasus diskriminasi masjid ini terjadi di beberapa wilayah di Sumatera Utara seperti kota Medan, Kabupaten Tapanuli Utara, Deli Serdang dan Asahan.

Salah satu kasus dikriminasi masjid tersebut, jelas dia, adalah penghancuran Masjid Al khairiyah dan Madrasah Al khairiyah. Menurut dia, kasus ini pernah dilaporkan kepada pihak kepolisian dan hingga saat ini tidak ada kejelasan, bahkan terdakwa tidak pernah di tahan.

Selain itu, ada juga kasus pelarangan pembangunan Masjid Almunawar di desa Sarula, Kabupaten Tapanuli Utara oleh aparat desa setempat. Anehnya, menurut dia, Bupati dan FKUB sudah memberi izin prinsip dan syarat dalam SKB dua menteri sudah terpenuhi.

"Tapi karena ada tekanan dari pihak non muslim. Lurah tidak mau memberi rekomendasi hingga sekarang pembangunan masjid pun terbengkalai," jelasnya.

Belum lagi kasus penyerangan 300 warga bersenjata tajam terhadap jamaah di Masji Al barokah pada 2011 lalu yang berada di Kampung Melayu, Desa Amplas, Selambo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

Termasuk pembakaran rumah warga sipil disekitar masjid, hingga saat ini tidak pernah ada upaya bantuan dari pemerintah untuk membangun kembali. 

"Kita sudah pernah melapor dan turun ke lapangan namun belakangan hasilnya pun tidak ada," ujarnya.

Ada juga kasus penghacuran Masjid raudatul Islam oleh pihak pengembang, yang berada di medan barat kota medan. Pengembangan beralasana penghancuran tersebut karena adanya rekomendasi dari walikota medan.

Dan yang terbaru, pembakaran dua Masjid di Kabupaten Asahan pada Maret 2013 lalu, salah satunya masjid Nur Hikmah di Kecamatan Aek Kuasan, Asahan. Informasi yang masuk di kepolisian masjid terbakar karena dibakar orang gila.

"Tapi kami melihat ada kejanggalan disana, dan itu tidak mau diungkap oleh pihak kepolisian," tuturnya.

Kasus lain, ujar Sudirman, adalah penghinaan terhadap syariat yang dijalankan umat Islam. Seorang siswi SD Negeri 8 Brastagi di Kabupaten Tanah Karo yang diusir oleh oknum guru karena siswi tersebut menggunakan jilbab. Siswi bernama Dini tersebut, diperbolehkan belajar asal melepaskan jilbabnya.

Dan nasib pengungsi rohingya yang tidak mendapat bantuan dari PBB karena alasan telah menjalin komunikasi dengan kelompok Islam yang dianggap garis keras di Sumut.

"Kami minta agar Komnas HAM serius akan hal ini. Yang kami rasakan disana ada tirani minoritas terhadap umat bagi mayoritas di sana," katanya menerangkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement