Rabu 10 Aug 2011 10:00 WIB

Masjid Lautze: Komunitas Mualaf di Kawasan Pecinan Jakarta

Rep: Ahmad Islamy Jamil / Red: Didi Purwadi
Masjid Lautze Jakarta
Foto: AGUNG SASONGKO/REPUBLIKA.CO.ID
Masjid Lautze Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Bangunan itu dulunya sebuah ruko. Jika dilihat dengan sekilas, tidak ada yang istimewa dengan bangunan tersebut. Namun, siapa yang menyangka kalau ruko itu sebenarnya sebuah masjid? Siapa pula yang akan mengira kalau bangunan itu menjadi pusat kegiatan para mualaf keturunan Cina di Jakarta Barat?   

Namanya Masjid Lautze. Untuk sebuah masjid, nama Lautze terdengar sangat tak lazim. Kata itu rupanya merujuk pada alamat dimana masjid itu berada, yaitu di Jalan Lautze No. 87 Sawah Besar, sebuah kawasan pecinan di Jakarta Barat. Dalam Bahasa Cina, kata Lautze berarti guru atau orang bijak.

Masjid Lautze dikelola oleh Yayasan H. Karim Oei. Nama yayasan tersebut diambil dari nama seorang tokoh Muslim Indonesia keturunan Cina yang perjuangannya dalam menyebarkan Islam di kalangan etnis Tionghoa di Indonesia layak mendapat apresiasi. Bahkan setelah wafat pada 1988, perjuangannya masih diwarisi generasi sesudahnya.

Selain namanya yang tidak biasa, masih ada lagi yang membedakan Masjid Lautze dari masjid-masjid lainnya. Pertama, kalau umumnya masjid dibuka di setiap waktu shalat untuk jamaahnya, Masjid Lautze hanya buka pada waktu-waktu tertentu saja. Dari hari Ahad sampai Jumat, masjid ini hanya buka dari jam sembilan pagi hingga jam empat sore. Jadi pada hari-hari tersebut, masjid ini hanya punya dua waktu shalat yaitu zhuhur dan ashar.

Kedua, masjid ini benar-benar tutup di hari Sabtu. Ketiga, hari Ahad merupakan hari "khusus" dimana Yayasan mengadakan pengajian rutin (mingguan) untuk para jamaahnya yang sebagian besar merupakan mualaf keturunan Cina.

“Masjid ini dibuka hanya pada jam-jam kerja sesuai dengan administrasi yayasan. Sedangkan, soal mengapa kita mengadakan pengajian di hari Ahad, karena merupakan hari libur dimana para jamaah memiliki waktu senggang ketimbang hari lainnya.” Kata H. M. Ali Karim Oei, putra bungsu H. Karim Oei.

Empat Lantai

Bangunan Masjid Lautze terdiri dari empat lantai. Lantai satu dan dua difungsikan sebagai masjid, sedangkan lantai tiga dan empat digunakan sebagai kantor yayasan.

Seperti tampilan luarnya, interior masjid itu ternyata juga tidak terlalu muluk. Selain kaligrafi Islam yang dipadukan dengan huruf kanji, dinding masjid hanya dihiasi oleh sedikit unsur-unsur ketimuran.

Hari Selasa (9/8) pukul 13:00 WIB, beberapa jamaah terlihat sedang melepaskan penat. Hawa di dalamnya cukup sejuk. Tak heran banyak yang sampai tertidur setelah menunaikan shalat zhuhur. Ketika shalat Jumat tidak hanya para mualaf yang menjadi jamaahnya, tapi juga warga negara Indonesia asli (pribumi).

Sejak diresmikan pada 4 Februari 1994, masjid ini menghasilkan lebih dari 50 orang mualaf setiap tahunnya  di bawah yayasan tersebut. Tahun 2010 lalu, sebanyak  79 orang mualaf mengucapkan syahadat di Masjid Lautze. Untuk tahun 2011 ini saja, hingga bulan Juli sudah ada 51 orang etnis Tionghoa yang masuk Islam di masjid ini.

Pria kelahiran 55 tahun lalu itu menjelaskan bahwa lebih dari dua pertiga mualaf yang dibimbingnya, mendapat hidayah lewat jalan pernikahan. Latar belakang ekonomi mereka pun bermacam-macam. Ada yang mapan, ada pula yang masih tergantung pada keluarga mereka yang belum mendapat hidayah.

“Tantangan seorang mualaf yang masih memiliki ketergantungan dengan keluarganya lebih berat daripada mualaf yang telah mapan,” kata Ali. Tidak jarang pula Ali menemukan mereka yang telah bersyahadat itu kembali ke agamanya semula disebabkan tekanan itu. Namun, banyak juga yang tetap teguh dengan keislamannya.

Saat Ramadhan, jam buka Masjid Lautze mengalami sedikit perubahan. Setiap Ahad malam, para mualaf bimbingan Yayasan H. Karim Oei melaksanakan shalat tarawih di masjid itu. Pelaksanaan shalatnya juga berbeda dari masjid-masjid lain.

“Setiap Minggu malam kita mengadakan tarawih di sini. Kita melakukannya empat kali dua rakaat. Setiap dua rakaat, imamnya kita ganti. Tujuannya adalah untuk melatih para mualaf tersebut agar bisa menjadi imam.” Pungkas Ali.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement