Jumat 14 Jun 2019 19:19 WIB

Sejarawan Gambarkan Razia Sultana Sosok Pemimpin yang Adil

Sebelum menjadi sultan, Razia kerap menyibukkan diri dengan urusan negara.

Pasukan Kesultanan Delhi.
Foto: wikipedia.com
Pasukan Kesultanan Delhi.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sejarawan Persia yang hidup di abad ke-16, Firishta, menggambarkan Razia sebagai sosok yang dapat menjiwai perannya sebagai pemimpin sama seperti sang ayah. Bahkan, sebelum menjadi Sultan, menurut Firishta, Razia sudah kerap menyibukkan diri dengan urusan negara.

"Semua kualitas baik yang ada pada ayahnya tampak pula pada sosok Razia," kata Firista.

Baca Juga

Ketika pasukan Umara Chihalgani ber anya, kepada siapa tampuk kepemimpinan akan diwariskan, Shamsuddin pun menjawab, "Semua anak laki-laki saya terlalu sibuk dengan minuman keras dan tidak satu pun dari mereka memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola negara. Razia jauh lebih baik dari mereka bahkan jika 20 anak laki-laki serupa itu dikumpulkan, Razia masih jauh lebih baik."

Mengetahui rencana ayahnya, Firuz tak pernah berhenti untuk menyingkirkan Razia dan terus mencoba merebut takhta sang ayah. Rencana-rencana busuk Firuz pun mendapat dukungan dari sang ibu, Shah Terken yang rela melakukan apa pun bagi anaknya, Firuz.

Firishta menggambarkan, sosok Shah Terken sebagai raksasa kejam. Bahkan, sebelum kematian sang suami, Shah Terken menghasut dan menyuap pasukan Umara Chihalgani untuk mendukung Firuz menjadi pemimpin Kesultanan Delhi.

Sepeninggal Shamsudin pada 1236, Shah Terken mengatur sebuah rencana untuk mencelakai Razia yang saat itu berusia 31 tahun. Shah Terken menggali lubang yang dalam di sepanjang jalan yang biasa dilalui Razia ketika berkuda. Namun, rencana itu diketahui dan Razia pun terhindar dari malapetaka.

Mengetahui hal itu, rakyat pun geram dan mulai memberikan dukungan nyata bagi Razia. Pasukan Umara Chihalgani pun akhirnya memenjarakan Shah Terken. Tak terima dengan perlakuan yang ditujukan kepada sang ibu, Firuz pun melancarkan serangan militer.

Membalas serangan Firuz, Razia pun tampil memimpin pasukan dengan mengenakan jubah merah sebagai simbol keadilan seperti yang dikenakan oleh mendiang ayah nya. Akhirnya, Firuz pun takluk dan dihukum mati bersama sang ibu pada November 1236.

Di bawah kepemimpinan Razia, segala sesuatu kembali normal, baik aturan maupun kebiasaan masyarakat. Seperti ayahnya, Razia merupakan pemimpin yang bijaksana, adil, dan murah hati. Semua sifat dan kemampuan yang ia miliki dinilai pantas menjadikannya seorang sultan.

Pasukan Umara Chihalgani pun mengakui kemampuan Razia dalam memimpin. Ia sangat jeli dan tak mudah ditipu lawan. Meski seorang wanita, ia sangat tegas dalam bersikap, baik untuk menyetujui atau menentang sesuatu. 

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement