Senin 10 Jun 2019 13:13 WIB

Bagaimana Islam Memandang Wisata dan Pariwisata?

Sejarah mencatat sejumlah nama pengembara Muslim yang berhasil mengelilingi dunia.

Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir
Foto: saharamet.org
Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wisata bagi para salaf juga memiliki kesan positif. Imam Syafi’i, misalnya.  Tokoh kelahiran Gaza, Palestina, itu mengatakan setidaknya ada lima faedah wisata, yaitu mengusir kesedihan, mencari nafkah, belajar, mendalami etika, dan bergaul dengan sahabat. 

Ibnu Taimiyah pernah berujar, konspirasi pembunuhan baginya adalah tanda kesyahidan, penangkapan atas dirinya akan menambah kedekatan dengan-Nya, dan jika para musuh meng asingkannya ke suatu tempat maka sejatinya hal itu akan dimaknai sebagai tamasya oleh sosok yang hidup pada abad ke-8 Hijriah tersebut. 

Potret di atas merupakan bukti bah wa Islam tidak antipariwisata. Bahkan, sejarah mencatat sejumlah nama pengembara Muslim yang berhasil mengelilingi dunia. Sebut saja Ibn Battutha dan Ibn Jabir. Karenanya, pada dasarnya pariwisata atau kegiatan bertamasya tidak diharamkan dalam Islam. Agama malah menyarankannya selama sesuai dengan koridor syariat. 

Apa dan bagaimana Islam memandang wisata dan pariwisata?

Prof Abd al-Hayy al-Farmawy dalam artikelnya yang berjudul “As-Siyahah fi al- Islam; Hukmuha, wa Fawaiduha, wa Dhawabithuha” mengemukakan halhal prinsip terkait dua hal yang hendak digalakkan oleh negara-negara Islam untuk meningkatkan perolehan devisa negara mereka. 

Guru besar ilmu tafsir Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, lewat artikel yang disampaikan pada seminar ten tang Islam dan pariwisata pada 2009 di Shanaa, Ya man itu, menjabarkan du kungan agama untuk pariwisata. Ia me ngutip 14 ayat tentang ayat sentilan agar umat manusia melancong dan mentadaburi segala apa yang ia lihat dan rasakan selama perjalanan. Ini, tak lain agar keimanan mereka semakin bertambah. 

Sebagai contoh, inilah ayat berikut, “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat men dengar? Karena sesungguhnya bukan lah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS al-Hajj: 46). 

Penegasan akan keberadaan seruan bepergian dan perenungan kebesaran- Nya itu, juga tertuang di tujuh ayat Alquran lainnya. Kali ini, dipertegas menggunakan kata perintah, berbeda dengan ke-14 ayat lainnya yang me makai bentuk sentilan. Sebut saja se bagai misal, ayat 137 surah Ali Imran. “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunah-sunah Allah; Karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasulrasul).” 

Berangkat dari kenyataan ini lah, Farmawy menggariskan sejum lah tu juan utama pariwisata. Inti da ri wisata itu, selain sekadar menying kirkan kejenuhan dan kepenatan, sebetulnya ialah mengambil pelajaran dan hikmah dari peninggalan sejarah masa lalu atau merefleksikan berbagai fenomena keajaiban alam. Ini diharapkan akan bermuara pada menebalnya keimanan seseorang. 

Tujuan wisata yang tak kalah pen ting, katanya, terutama di negara-ne gara Islam yang kaya akan wa ris an kejayaan peradaban tempo dulu ialah berdakwah kepada para turis. Ini bisa dilakukan dengan mem perkenalkan sejarah dan nilai-nilai luhur di balik warisan sejarah tersebut. Peluang semacam ini ia sebut sebagai kesempatan emas. Saat tepat mengenalkan ke turis domestik ataupun mancanegara tentang Islam. 

Inilah mengapa, katanya mengutip perkataan Kristolog Muslim tersohor asal Afrika Selatan, Ahmad Deedat, potensi Islamisasi luar biasa dimi liki oleh Mesir. Ini dilihat dari mem bludaknya wisatawan asing ke negeri piramida itu. Bila tiap warga Mesir memperkenalkan dan mendakwahkan Islam kepada para turis maka niscaya mayoritas penduduk dunia memeluk Islam dalam waktu yang singkat. 

Jika tujuan nonfisik ini tercapai, secara otomotis peningkatan devisa me ningkat. Pariwisata juga akan men dorong perubahan tingkat ekonomi masyarakat. Terlebih, industri pari wi sata di banyak negara terbukti mampu membuka lapangan pekerjaan dengan melibatkan warga lokal ataupun para pendatang. 

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement