Senin 27 May 2019 12:24 WIB

Mengenal Ahmad Baba, Cendekiawan Asal Timbuktu

Ahmad Baba berperan besar dalam memajukan intelektualitas Muslim di Timbuktu

Masjid Sankore di Timbuktu, Mali.
Foto: National Geographic
Masjid Sankore di Timbuktu, Mali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Berabad silam, Mali pernah menjadi salah satu pusat peradaban Islam. Bahkan pada abad ke-15-16, negeri di Afrika ini pernah memiliki seorang cendekiawan Muslim yang sangat terkenal. Dialah Ahmad Baba al-Massufi. 

Ahmad Baba lahir pada 26 Oktober 1556 atau bertepatan dengan 21 Dzulhijah 963 H. Ia lahir dan tumbuh di Kota Timbuktu, Mali, di tengah keluarga terhormat. Ayahnya adalah sarjana hukum yang berprofesi sebagai hakim. Keluarganya sangat memperhatikan pendidikan sehingga Ahmad Baba tumbuh menjadi sosok yang terpelajar.

Baca Juga

Ketika gejolak politik terjadi di Mali pada 1594, orang tua Ahmad Baba pindah ke Maroko. Kepindahan ini rupanya membawa berkah tersendiri kepada Ahmad Baba. Sebab, di Maroko-lah ia mulai menorehkan prestasi gemilang yang di kemudian hari tercatat dengan tinta emas dalam sejarah Islam. 

Saat tinggal di Maroko, seperti dilansir laman onislam.net, Ahmad Baba mulai memperlihatkan pemikiran cemerlangnya dalam forum-forum dialog dan melalui tulisan-tulisan yang ia terbitkan. Pada akhir abad ke-15 itu, ia melontarkan kritik terhadap warga dan Pemerintah Maroko. 

Kala itu, pemerintah hanya memberikan beasiswa studi Islam pada siswa dari sekolah yang menerapkan Risalah Abi Zady al-Qayrawani dan Mukthasar dari Khalil. Hal ini, menurut Ahmad Baba, merupakan pembatasan ilmu pengetahuan Islam di Maroko karena hanya berdasarkan mazhab dan pemikiran dari Imam Maliki. Padahal, di Maroko saat itu, potensi dan minat pemuda untuk belajar Islam sangat tinggi.

Kritik dari Ahmad Baba itu justru membuat dirinya diasingkan dari masyarakat. Ia dianggap menebarkan pengaruh buruk terhadap pendidikan di Maroko. 

Namun, hal itu tak membuat pesona intelektualitas Ahmad Baba luruh. Melalui tulisan-tulisannya, ia mampu membuka mata para pemangku kebijakan di Maroko. Alhasil, dunia pendidikan, khususnya Islam, di negara itu berubah dan lebih terbuka untuk sekolah-sekolah Islam lainnya.

Waktu terus bergulir. Situasi politik di negaranya, Mali, berangsur membaik. Saat itulah, ia memutuskan pulang ke kota kelahirannya, Timbuktu. Di sini, ia giat mengembangkan ilmu-ilmu Islam kepada para pelajar Muslim. 

Penguasaannya terhadap beragam ilmu pengetahuan membuat Ahmad Baba berperan besar dalam memajukan intelektualitas Muslim, tidak hanya di wilayah Afrika Barat, tetapi juga bagi dunia Islam secara keseluruhan. Beberapa bidang pengetahuan yang ia kuasai dan kembangkan, di antaranya ilmu tafsir Alquran, hadis, logika Islam, ilmu bayan atau retorika Islam, ilmu kalam atau teknologi, fikih, serta tasawuf.

Berkat kontribusi Ahmad Baba pula, Timbuktu tampil sebagai salah satu pusat intelektual Islam. Pada paruh abad ke-16, ia mengupayakan peluang beasiswa bagi mahasiswa Muslim yang belajar di beberapa universitas terkemuka di Mali. Salah satu kampus yang ia besarkan adalah Universitas Sankore. Banyak catatan sejarah menyebut, pada masa kejayaan Islam di Timbuktu, kota tersebut dianggap sebagai salah pusat penyebaran Islam. Saat itu, kalangan ulama di Mali sudah menyematkan gelar syekh untuk Ahmad Baba.

Menyebarnya buah pemikiran Ahmad Baba ke seluruh dunia Islam tak lepas dari buku-buku yang ia tulis. Ia menulis setidaknya 56 buku dengan berbagai topik. Sayangnya, buku Ahmad Baba yang masih bertahan hingga saat ini hanya 32 buku. Buku-buku lainnya lenyap saat ia meninggalkan Timbuktu akibat gejolak politik. 

Selain menulis buku, ia pun banyak menuangkan pemikirannya melalui teks-teks klasik yang tersebar di media massa saat itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement