Rabu 08 May 2019 14:00 WIB

Kaligrafi dalam Sejarah Peradaban Islam

Kaligrafi berkembang pesat dalam sejarah peradaban Islam sejak abad ke-10 M.

Pengujung melihat lukisan kaligrafi yang dipamerkan pada Festival Seni Kaligrafi Islam Indonesia di Gedung Bayt Al-Quran TMII, Jakarta, Senin (14/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengujung melihat lukisan kaligrafi yang dipamerkan pada Festival Seni Kaligrafi Islam Indonesia di Gedung Bayt Al-Quran TMII, Jakarta, Senin (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kaligrafi atau seni tulis indah huruf Arab mulai berkembang pesat dalam sejarah peradaban Islam sejak abad ke-10 M. Kaligrafi yang juga dikenal dengan istilah khattat mendapatkan popularitas karena tujuan awalnya adalah untuk memperindah lafal Allah dan ayat-ayat Alquran.

Pada tahapan berikutnya, kaligrafi menjadi karya seni Islam yang pengaruhnya terhadap seni lukis diakui banyak kalangan. Melalui kaligrafi, seorang Muslim dapat menyalurkan bakat seninya yang tak bisa diekspresikan melalui representasi objek-objek benda hidup.

Kaligrafi di Arab bukanlah suatu profesi khusus seperti halnya kaligrafi Cina atau Jepang yang lebih merupakan ekspresi personal sang seniman. Kaligrafi Arab adalah keahlian yang bisa dipelajari dari sang guru. Mereka yang tertarik pada kaligrafi Arab datang dari berbagai kalangan, mulai dari sultan, bangsawan, syekh, imam, guru, pengusaha, atau tentara sekali pun.

Seorang ahli kaligrafi atau kaligrafer menempati kedudukan yang terhormat dan mulia melebihi para pelukis. Popularitas mereka semakin menjulang karena banyak penguasa Muslim yang berusaha mendapatkan kemuliaan agama dengan cara mem per indah salinan Alquran. Di antara pelopor kaligrafi Arab adalah al-Raihani (wafat 834 M) pada masa khalifah al- Ma’mun dari Dinasti Abbasiyah yang mengembangkan seni tulis gaya Raihan

Kemudian, Ibn Muqlah (wafat 940 M), seorang menteri Dinasti Abbasiyah yang tangan kanannya dipotong oleh khalifah al-Radhi namun masih tetap bisa menulis kaligrafi dengan tangan kirinya. Ibn Muqlah mengembangkan gaya kaligrafi naskhi. Masih ada Ibn al-Bawwab (wafat 1032 M) yang mengembangkan gaya kaligrafi mu haqqaq dan Yaqut al-Mu’tashimi yang mengembangkan gaya kaligrafi Yaquti.

Kaligrafi menjadi seni yang cukup prestise. Sultan Bayazid II (1481-1512), Ahmad II (1642-1695), Mustafa II (1664-1703), dan Mahmud II (1785- 1839) dari Dinasti Turki Usmani (Ottoman) mempelajari kaligrafi dari banyak guru. Sultan Jahangir (1569- 1627) dan Shah Jahan (1592-1666) dari Dinasti Mughal di India juga termasuk penggemar dan kolektor kaligrafi. Bahkan, sejak abad ke-19 pun kaligrafi telah menjadi seni yang harus dipelajari oleh putra-putri sultan.

sumber : Mozaik Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement