Kamis 25 Apr 2019 23:08 WIB

Mengenal Peradaban Islam di Syingith

Syingith terletak di Afrika Barat atau kini bagian dari negara Mauritania

(Ilustrasi) Letak negara Mauritania
Foto: tangkapan layar
(Ilustrasi) Letak negara Mauritania

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dahulu kala, dataran tinggi Adrar merupakan padang rumput yang luas di Afrika barat. Ribuan tahun lamanya, wilayah ini dihuni para peternak dan pemburu yang hidup secara nomaden. Menurut Anthony G Pazzanita dalam bukunya, Historical Dictionary of Mauritania, keadaan tersebut mulai berubah pada abad ketiga. Sanhadja alias Iznagen mulai menduduki Adrar.

Persekutuan ini terdiri atas beberapa suku Berber, penduduk asli Afrika utara. Mereka menjadikan daerah ini kota transit yang terhubung dengan jalur perniagaan di Gurun Sahara (Trans-Sahara). Sejak saat itu, kebudayaan urban mulai terbentuk. Bangunan-bangunan penduduk menggantikan pemandangan hamparan rumput.

Baca Juga

Sekitar pesisir Afrika barat kaya akan emas dan garam. Kekayaan ini menarik perhatian kafilah-kafilah dari luar Afrika, termasuk bangsa Arab. Para saudagar Arab telah merintis perdagangan ke daerah ini jauh sebelum kelahiran Rasulullah SAW.

Sesudah wafatnya sang al-Khatam al-Anbiya, Islam menyebar luas secara berangsur-angsur dan damai melalui jalur perniagaan. Orang-orang Arab menyebut wilayah Adrar yang dikuasai Iznagen sebagai Syingith (bahasa Inggris: Chinguetti). Sekarang, Kota Syingith termasuk wilayah negara Mauritania.

 

 

Bermula dari Hubungan Awkar dan Islam

Di luar Iznagen, Kerajaan Awkar mulai berekspansi dari selatan atau pesisir Teluk Guinea. Tidak ada yang tahu pasti kapan wangsa ini bermula. Raja-raja Awkar bergelar Ga’na atau Ghana.

Penulis yang pertama kali menyebutkan Ghana adalah pakar astronomi Persia, Ibrahim al-Farazi (wafat 777) dan belakangan sarjana yang juga pakar matematika, al-Khwarizmi, pada 830. Intinya, mereka menegaskan para Ghana menguasai suatu kerajaan yang makmur di Afrika barat.

Sementara itu, kafilah-kafilah Arab juga aktif mengembangkan dakwah Islam di Awkar. Sejarawan dari Andalusia, al-Bakri (1014-1094), memuji para Ghana dalam karyanya, Kitab al-Masalik wa al-Mamalik.

Walaupun tak beragama Islam, mereka menjalin persahabatan dengan Muslimin. Penguasa berkulit hitam ini senang dengan kehadiran orang-orang Arab. Sebab, mereka memperkenalkan alat transportasi yang terbilang baru bagi masyarakat Teluk Guinea: unta. Seperti diketahui, unta sangat efisien untuk menjadi kendaraan di medan yang tandus.

Seiring dengan perluasan wilayah Muslim di Afrika utara pada abad ketujuh, Kerajaan Awkar semakin makmur berkat perdagangan dengan bangsa Arab. Para Ghana menerima budaya Arab dengan tangan terbuka. Ibu kota mereka pun dinamakan sesuai dengan bahasa Arab, Kumbi Sholih (kini dekat perbatasan Mauritania-Mali). Belasan masjid berdiri di sana.

Bahkan, mereka menggaji para imam, kadi, dan sarjana Muslim yang bekerja atas nama negara. Awkar telah memberi ruang bagi tumbuhnya pusat-pusat keunggulan Islam di Afrika barat.

(Bersambung)

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement