Senin 08 Apr 2019 17:06 WIB

Syekh Abdus Shamad Al-Palimbani, Ulama Besar dari Palembang

Syekh Abdus Shamad diperkirakan wafat pada 1789.

(ilustrasi) peta Palembang, Sumatra Selatan
Foto: tangkapan layar maps
(ilustrasi) peta Palembang, Sumatra Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Azyumardi Azra dalam bukunya, The Origin of Islamic Reformism in Southeast Asia menjelaskan, para ulama di Sumatra Selatan periode abad ke-18 hingga ke-19 memiliki peran penting dalam transisi keilmuan Islam bukan hanya di Nusantara, melainkan juga Timur Tengah.

Jaringan ulama antarkawasan itu memang sudah terjalin erat setidaknya sejak abad ke-17, ketika orang-orang Hadramaut mulai datang dalam jumlah yang signifikan ke pesisir Sumatra. Mereka mendapatkan posisi yang cukup disegani baik di tengah masyarakat tempatan maupun lingkungan istana.

Baca Juga

Dalam periode tersebut, salah satu ulama yang paling masyhur adalah Syekh Abdus Shamad al-Palimbani. Berdasarkan sumber-sumber berbahasa Melayu, Azra memaparkan, nama lengkap sosok ini adalah Abdus Shamad bin Abdullah al-Jawi al-Palimbani. Sementara itu, sumber lainnya yang berbahasa Arab menyebut ulama yang sama dengan nama Sayyid Abdus Shamad bin Abd ar-Rahman al-Jawi.

Teks Tarikh Salasilah Negeri Kedah, menurut Azra, memaparkan dengan cukup perinci riwayat ulama besar ini. Abdus Shamad al-Palimbani diketahui lahir sekitar tahun 1116 Hijriah atau 1704 Masehi di Palembang, Sumatra Selatan. Ayahnya, Syekh Abdul Jalil bin Syekh Abdul Wahhab, termasuk kalangan sayyid yang datang dari Sana’a, Yaman.

 

Sebelum bermukim di Sumatra Selatan, Syekh Abdul Jalil diketahui telah berkelana ke India dan kemudian Jawa. Ketika sampai di Kedah, penguasa setempat mendaulatnya sebagai qadi kesultanan. Sekitar tahun 1700, Syekh Abdul Jalil singgah di Palembang. Dalam masa itu, dia kemudian menikah dengan seorang perempuan setempat bernama Radin Ranti.

Dari pernikahan inilah lahir putra bernama Abdus Shamad al-Palimbani.

Masa kanak-kanak Abdus Shamad banyak dihabiskan dengan belajar membaca Alquran dan ilmu-ilmu agama Islam. Di Kedah dan kemudian Pattani (Thailand selatan), dia mendapatkan pendidikan dasar dengan sistem pondok pesantren. Setelah itu, lanjut Azra, Abdus Shamad dikirim oleh ayahnya untuk mendalami ilmu di Jazirah Arab.

Azra mengungkapkan, Abdus Shamad al-Palimbani aktif di Tanah Suci sampai wafatnya. Dengan demikian, dia tidak pernah kembali lagi ke Nusantara. Diduga kuat, ulama besar ini meninggal dunia pada 1789 atau selang beberapa waktu setelah penerbitan karya pentingnya, Sayr al-Salikin.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement