Senin 25 Mar 2019 23:07 WIB

Para Tokoh Perintis Studi Islam di Inggris (1)

Studi Islam di Inggris dapat diletakkan dalam konteks diseminasi orientalisme.

Orientalisme (ilustrasi)
Foto: roukoz.com
Orientalisme (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam karya besarnya, Orientalism, kritikus sastra dan budayawan Edward W Said (wafat 2003) menyebut Inggris Raya sebagai negara yang memiliki sejarah panjang ihwal tradisi orientalisme. Orientalisme merupakan suatu gaya berpikir yang didasarkan pada pembedaan ontologis dan epistemologis antara Timur dan Barat.

Berbicara tentang orientalisme pada prinsipnya mempersoalkan "proyek-proyek" kebudayaan Inggris dan Prancis atas negeri-negeri di Anak Benua India dan Asia Barat, utamanya pesisir timur Laut Tengah. Kedua negara di Eropa itu memang mendominasi perspektif tentang Timur sejak abad ke-19 hingga usainya Perang Dunia II. Adapun setelah itu, peran mereka digantikan Amerika Serikat.

Baca Juga

Di antara bagian penting dari trayektori orientalisme adalah studi Islam, sebagaimana dikembangkan di Inggris Raya. Pada akhirnya, orientalisme berkaitan dengan kolonialisme yang dilakukan Inggris Raya atas sejumlah wilayah di Asia dan Afrika Utara.

Mengikuti pendapat Ganesh K Trichur dalam buku Islam and the Orientalist World-System, ada beberapa faktor penting. Misalnya, pembentukan koloni-koloni Inggris di Asia Selatan pasca-tahun 1857. Kemudian, perpecahan yang melanda Kesultanan Ottoman di Asia Barat pada akhir abad ke-19. Semua itu pada gilirannya ikut menggiatkan studi para cendekiawan Barat dalam bingkai orientalisme.

Sebab, dalih penjajahan tidak lagi "gold, glory, gospel." Sejak fajar abad ke-20, motif yang utama adalah ekspansi ekonomi. Bagaimana agar negeri-negeri jajahan menjadi pasar baru sekaligus tempat mendulang komoditas bahan baku industri. Pada masa itulah, Eropa (bahkan sampai hari ini) menancapkan pengaruhnya ke Asia dan Afrika.

 

Para Tokoh Orientalis Inggris

Setelah memaparkan konteks ideologi orientalisme, berikut ini adalah nama-nama tokoh tersebut yang berasal dari Inggris, sebagaimana dirangkum buku A Century of British Orientalists 1902-2001 (editor C Edmund Bosworth). Ada sedikitnya 13 nama pakar terkemuka orientalisme asal Negeri Albion.

Hampir seluruhnya merupakan anggota British Academy. Namun, cakupan studi orientalisme mereka bukan hanya Dunia Islam, melainkan juga apa yang dinamakan Timur Jauh, yakni Cina dan Jepang, dan peradaban Hindu.

Penamaan geopolitik semisal "Timur Dekat", "Timur Tengah", atau "Timur Jauh" itu pun jelas menunjukkan hegemoni orientalisme dalam banyak teks. Sebab, ketimuran ketiga wilayah tersebut tentunya dilihat dari perspektif Eropa yang secara geografis terletak di barat Asia.

Adapun dari ke-13 orientalis itu, beberapa nama seperti, Alfred Felix Landon Beeston, Hamilton Alexander Rosskeen Gibb, dan Richard Olaf Winstedt memiliki sumbangsih yang cukup besar untuk perkembangan studi ini agar lebih modern.

Alfred Beeston lahir pada 1911 dan meninggal 84 tahun kemudian. Sepanjang 25 tahun kariernya, Beeston diakui sebagai akademisi yang paling pakar mengenai bahasa Arab.

Demikian pula dengan kemampuan bahasa Ibraninya. Dia mengabdikan diri sebagai profesor di Universitas Oxford. Risetnya secara khusus mempelajari perkembangan sejarah dan kebudayaan Arab Selatan.

Namun, di tengah kesibukannya ia juga sempat bekerja di Badan Intelejen Inggris selama enam tahun. Ia ditugaskan ke Palestina periode 1940-1946.

(bersambung)

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement