Rabu 27 Feb 2019 15:52 WIB

Ketika Syekh Muhammad bin Alawy Hadapi Tekanan Politik

Penguasa saat itu melarang Syekh Muhammad mengajar di Masjid al-Haram.

(ilustrasi) Syekh Muhammad bin Alawy al-Maliki
Foto: tangkapan layar google
(ilustrasi) Syekh Muhammad bin Alawy al-Maliki

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhatian Syekh Muhammad bin Alawy tercurah pada kepentingan agama dan umat, alih-alih diri sendiri. Ada satu peristiwa yang membuktikan keteguhan sikap ulama besar ini.

Suatu ketika, penguasa politik di Arab Saudi pernah melarangnya mengajar di Masjid al-Haram. Kedudukannya sebagai profesor di Universitas Umm Al-Qura (Makkah) pun dicabut.

Baca Juga

Tidak hanya itu, kitab-kitab karyanya juga dilarang beredar di tengah publik. Semua itu terjadi di tanah airnya sendiri hanya karena pandangannya yang moderat dianggap tidak sesuai selera rezim yang sedang berkuasa.

Padahal, reputasi Syekh Muhammad dan bahkan keluarganya yang begitu tinggi. Ulama kelahiran Makkah itu telah berpengalaman sebagai guru di Masjidi al-Haram sejak masih belia.

 

Pada usia 15 tahun, dia diperbolehkan untuk mengajar sesama murid di sana lantaran telah menguasai beberapa kitab kunci ilmu-ilmu agama. Kepiawaiannya mengikuti jejak sang ayah dan kakeknya, serta datuk-datuknya terdahulu.

Mereka semua dikenang sebagai ulama-ulama yang aktif dalam transmisi keilmuan turun temurun di masjid yang kiblat Muslimin sedunia itu. Demikianlah keunggulan klan al-Hasani, golongan sayyid keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis Hasan bin Ali bin Abi Thalib.

Publik sesungguhnya kurang bisa menerima keputusan pemerintah setempat. Rezim yang menghentikan karier Syekh Muhammad bin Alawy.

Akan tetapi, ulama ahlus sunnah wa al-jama’ah itu menerimanya dengan sabar. Mubaligh bermazhab Maliki ini juga tidak berkeluh-kesah atau menampakkan raut amarah. Dia tetap tenang dan santun.

Dengan reputasi kapasitas keilmuan dan akhlak mulianya di tengah masyarakat, dia kemudian mendirikan majelis di rumahnya sendiri yang terletak dekat Makkah.

Tepat di depan kediamannya tersebut, ada sebuah masjid dengan daya tampung yang cukup besar. Setiap acara kajian ilmu-ilmu agama yang diadakannya selalu ramai hadirin.

Murid-murid Syekh Muhammad berjumlah ratusan orang, yang tersebar dari pelbagai penjuru negeri. Dia sendiri gemar mendirikan sekolah-sekolah dalam format pesantren, baik di dalam maupun luar kawasan Arab. Banyak di antaranya menggratiskan biaya pendidikan kepada pelajar-pelajar.

Kiprahnya memang tidak sebatas di Arab Saudi, melainkan juga negeri-negeri yang jauh, termasuk Asia Tenggara. Sang syekh tercatat sering berkunjung ke Indonesia, untuk meninjau perkembangan kaum Muslimin serta berdakwah.

Sebaliknya, tokoh-tokoh Nusantara pun selalu sowan ke rumahnya bilamana mereka berkesempatan mengunjungi Tanah Suci. Kebiasaan ini bahkan tetap berlaku sampai sekarang, walaupun sang ulama besar telah wafat pada 2004 silam.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement