Jumat 22 Feb 2019 15:43 WIB

Sayyid Qutb, Intelektual-Sastrawan Penulis Kitab Tafsir (6)

Inilah akhir hayat Sayyid Qutb, korban perlakuan rezim

(ilustrasi) Sayyid Qutb
Foto: tangkapan layar google image
(ilustrasi) Sayyid Qutb

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak 1950-an, Sayyid Qutb mulai bergabung dengan Ikhwanul Muslimin (IM). Dia menganggap kelompok ini sehaluan dengan ideologi dan prinsip perjuangannya selama ini. Bagaimanapun, rezim Mesir kala itu cenderung bersikap dingin terhadap simpatisan IM, organisasi yang dibentuk Hasan al-Banna ini.

Pada Juli 1952, pemerintahan yang pro-Barat dapat ditumbangkan gerakan nasionalis yang dipimpin Gamal Abdel Nasser. Awalnya, IM mendukung pergantian kekuasaan itu.

Baca Juga

Dukungan yang sama juga diberikan kelompok nasionalis Mesir. Bahkan, Sayyid Qutb selaku tokoh terkemuka IM kerap menerima Nasser sebagai tamu di kediamannya. Mereka saling berdiskusi soal masa depan Mesir pasca-lengsernya penguasa pro-Barat.

 

Ketika IM Hendak Disingkirkan

Namun, belakangan kian jelas betapa lebarnya jurang ideologi antara nasionalis-sekuler yang diusung Nasser dan IM. Sayyid Qutb pun mulai menjauh dari Nasser.

Dia tegas dalam sikap ini, meskipun dijanjikan pelbagai jabatan menteri di pemerintahan yang kelak dibentuk golongan nasionalis-sekuler.

Baginya, kubu Nasser sudah selayaknya ditinggalkan karena tidak mau penerapan hukum Islam di Mesir.

Pada 1954, Sayyid Qutb dituding terlibat dalam rencana pembunuhan atas Nasser. Dia lantas dipenjara lantaran tudingan tersebut.

Satu sumber menyebutkan, Sayyid Qutb mengalami beragam penyiksaan selama menjalani masa tahanan tiga tahun lamanya. Barulah belakangan setelah kabar itu meluas, dia diizinkan untuk menulis dan lebih leluasa bergerak di dalam sel.

Pada masa ini, dia menulis dua karya paling monumental, kitab tafsir Alquran, Fi Zilal al-Qur'an (Dalam Naungan Alquran), dan Ma'alim fi al-Tariq (Tonggak Sejarah). Buku-buku itu saat ini telah diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa, temasuk bahasa Indonesia.

Pada 1964, Sayyid Qutb sempat dilepaskan dari penjara atas keinginan perdana menteri Irak saat itu, Abdul Salam Arif.

Namun, dia hanya menghirup udara bebas delapan bulan lamanya. Pada Agustus 1965, dia kembali ditangkap atas tuduhan makar dan dugaan merencanakan membunuh presiden.

Pengadilan militer Mesir akhirnya menjatuhkan hukuman mati atas Sayyid Qutb dan dua rekannya pada 19 Agustus 1966.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement