Kamis 21 Feb 2019 07:30 WIB

Selintas Sejarah Kesultanan Banten (2)

Kemunculan Fatahillah memberikan harapan bagi terusirnya Portugis dari Jawa

(ilustasi) Kesultanan Banten pada masa jaya
Foto: tangkapan layar wikipedia.org
(ilustasi) Kesultanan Banten pada masa jaya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511 sungguh menhentak kesultanan-kesultanan Muslim di Nusantara. Dominasi bangsa Eropa itu di Malaka mengubah kebiasaan para pedagang Arab, Persia, Cina, dan lain-lain yang berlayar di Nusantara.

Mereka pun berduyun-duyun beralih ke Banten, khususnya Sunda Kelapa, untuk melanjutkan perdagangan rempah-rempah. Mereka enggan membuang sauh di Malaka-nya Portugis karena dibebani banyak pajak serta perlakuan kasar penguasa baru itu.

Bagaimanapun, hegemoni Portugis tetap menjadi ancaman di Pulau Jawa. Imbas Perjanjian Padrong--yang diratifikasi antara Portugis dan kerajaan hindu Pajajaran--tidak bisa dianggap main-main.

Dalam hal ini, Sunan Gunung Jati tampil di barisan terdepan. Dia tidak sekadar ulama, melainkan juga pemimpin politik (umara). Kekuasaannya di Cirebon diakui luas, terutama sejak Islam berhasil menyebar di penjuru wilayah Banten.

Sunan Gunung Jati kemudian memenuhi panggilan adipati Cirebon saat itu yang juga kerabatnya sendiri. Adapun perkembangan dakwah di Banten untuk sementara diamanatkan kepada putranya yang bernama Hasanuddin.

Sunan Gunung Jati kemudian menggantikan adipati sebelumnya sebagai pemimpin Cirebon. Selama menduduki jabatan di Keraton Pakungwati, dia secara gencar menjalin kekuatan maritim armada Cirebon.

Di samping itu, sentra-sentra Islam juga dibangunnya, antara lain berupa Masjid Merah Panjunan (1480) dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa (1500).

Menurut Prof HAMKA dalam Sejarah Umat Islam, ada motif lain dari keputusan sang adipati Cirebon untuk mengusir Portugis dari Jawa--bahkan Nusantara. Sejak 1521, bangsa Eropa itu telah menjajah Pasai, yang tidak lain adalah kota kelahiran Sunan Gunung Jati.

Oleh karena itu, semangatnya kian berkobar untuk mengalahkan Portugis. Pertama-tama, dia meningkatkan sinergi dengan pusat kedaulatan Islam di Pulau Jawa saat itu, Kesultanan Demak. Pemimpinnya bernama Sultan Trenggono.

Di lapangan, muncul sosok Fatahillah yang berhasil memimpin aliansi Cirebon-Demak. Beberapa sumber menyebutkan panglima asal Pasai ini masih berkerabat dengan Sunan Gunung Jati.

Baca juga: Selintas Sejarah Kesultanan Banten (3)

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement