Sabtu 16 Feb 2019 06:06 WIB

Surat Abu Hanifah yang Meluluhkan Hati

Sebuah surat berisikan petuah bijak mampu mengetuk hati yang kering kerontang.

Menulis Surat/Ilustrasi
Foto:

Sesampainya di kediaman Abbad, Abu Hanifah meletakkan bungkusan beserta surat tersebut tepat di depan rumah. Sang pemalas pun melihatnya, ia kemudian mengambil bungkusan tersebut dan bergembira bahwa skenario mengemisnya tadi berhasil. Surat tersebut dibacanya, tapi tak diperhatikannya lebih lanjut. Dibuang begitu saja.

Waktu pun berjalan. Suatu hari Abu Hanifah lewat lagi di rumah Abbad. Ia mengira Abbad telah bertobat, tapi ternyata dugaannya salah. Ia masih tetap mendengarkan skenario keluhan sang pemalas tersebut.

Abu Hanifah tak menyerah. Ia merasa sosoknya sebagai imam yang pandai berdakwah pun diuji. Menurutnya, ini adalah ujian baginya. Berdakwah di jalan Allah SWT memang terkadang tak mudah.

Sang Imam pun kembali ke rumahnya dan melakukan hal yang sama, menyiapkan uang, makanan, dan sepucuk surat bagi sang pemalas tersebut. Kali ini, ia membuat surat yang lebih panjang. Tujuannya agar hati Abbad tersentuh dan bertobat. Ia kemudian meletakkan bungkusan tersebut di jendela rumah Abbad.

Dengan gembira Abbad pun mengambil bungkusan tersebut. Makanan dan uang. Selembar surat tersebut dipegangnya, kemudian dibacanya.

“Kawan, janganlah memohon seperti itu. Bukan begitu cara berikhtiar dan berusaha. Memohon seperti ini setiap hari, itu berarti Anda malas, berarti Anda telah putus asa pada kebenaran dan kekuasaan Allah. Sungguh tak ada yang ridha melihat orang malas seperti dirimu, yang tak mau bekerja untuk keselamatan dirinya,” kata Abu Hanifah dalam surat tersebut.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement