Senin 28 Nov 2016 01:07 WIB

Ini Dua Tokoh Islam yang Miliki Ghirah Islam Kuat

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Damanhuri Zuhri
Alquran
Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada dua tokoh dalam sejarah Islam dari generasi salaf yang kerap dikaitkan dengan kuatnya ghirah, kepekaan, sensitivitas mereka terhadap agama, yaitu Abu Bakar RA dan Ahmad bin Hanbal.

Abu Bakar, tergerak hatinya melawan penolakan sebagian kecil umat Islam yang menistakan kewajiban berzakat. Sedangkan nama yang kedua, menolak keras desakan dari otoritas pemerintah saat itu untuk mengakui bahwa Alquran adalah makhluk ciptaan Allah SWT, layaknya kita, manusia.

Namun, kali ini, keteguhan hati Ibn Hanbal, menarik dicermati. Dalam kitab Siyar A'lam an-Nubala', karya Imam adz-Dzahabi, diceritakan kisah mengenai keteguhan tersebut.

Di masa hidupnya, khalifah yang berkuasa saat itu, al-Watsiq, memegang ajaran Muktazilah, yang memandang Alquran bukanlah firman Allah, melainkan semata-mata makhluk.

Paham tersebut kemudian diposisikan sebagai kebijakan resmi negara, sehingga seluruh rakyat dan ulama dipaksa seturut dengannya.

Bahkan, Khalifah al-Watsiq kerap menginterogasi para ulama yang menetap di wilayah kekuasaannya. Pertanyaan yang paling sering diujarkannya adalah, Apakah Alquran merupakan makhluk atau bukan?

Siapa pun yang menjawab bahwa Alquran adalah makhluk, ulama itu akan bebas dari ancaman siksa Khalifah. Namun, ulama yang berani berseberangan dengan paham tersebut, dengan meyakini bahwa Alquran adalah firman Allah SWT, Sang Khalifah akan menyiksanya.

Siksaan itu biasanya dipertontonkan di hadapan umum atau setidak-tidaknya di hadapan para pendukung Muktazilah. Mayoritas ulama yang didera siksa itu mengembuskan napas terakhirnya di hadapan Khalifah.

Namun, tabiat Khalifah al-Watsiq berubah ketika ulama yang diinterogasi adalah Imam Ahmad. Saat itu, gelaran penyiksaan terhadap tokoh Ahlussunah waljamaah (Aswaja) tersebut dihadiri tokoh Muktazilah terkemuka saat itu, Ibnu Abi Duwwad.

Sebelum penyiksaan dimulai, Imam Ahmad bin Hanbal merupakan salah satu ulama yang dijebloskan ke dalam penjara. Selama kurang lebih 30 bulan, Ibn Hanbal berada di penjara dengan kondisi mengenaskan. Ruang sempit yang tidak muat berdiri untuk shalat.

Ia kerap dicambuk, bahkan terancam hukuman mati. Namun, berkat dialognya dengan Ibnu Abi Duwwad -yang disaksikan Khalifah al-Watsiq- hukuman final tersebut akhirnya dibatalkan.

Karya Imam adz-Dzahabi ini merekam percakapan antara kubu Aswaja dan Muktazilah sebagai berikut. Kisah ini dituturkan anak al-Watsiq. Pada waktu dahulu, ayahku ketika akan menyiksa seseorang, dia mengajak kami menyaksikannya. Suatu kali, kepadanya ada seorang tua yang diperhadapkan dalam keadaan diikat.

Dialah Imam Ahmad bin Hanbal. Kemudian, Khalifah al-Watsiq menyuruh ajudannya mempersilakan Ibnu Abi Duwwad dan sejumlah pengikutnya masuk. Salam sejahtera bagimu, wahai Amirul Mukminin, kata Imam Ahmad bin Hanbal. Tidak ada salam bagimu, kata Sang Khalifah menjawab.

Lantas, Imam Ahmad bin Hanbal menanggapi, Buruk sekali caramu mengucapkan salam. Padahal, Allah telah berfirman. Imam Ahmad bin Hanbal kemudian membacakan surah an-Nisa ayat 86. Yang artinya, kira-kira: Jika kamu dihormati dengan suatu bentuk penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balas (dengan penghormatan serupa).

Menyaksikan itu, Ibnu Abi Duwwad mengatakan kepada Sang Khalifah, Sungguh orang yang pandai bertutur kata (Imam Ahmad bin Hanbal). Khalifah kemudian mempersilakan Ibnu Abi Duwwad menginterogasi Imam Ahmad bin Hanbal di hadapannya.

Apa pendapatmu mengenai Alquran? kata Ibnu Abi Duwwad. Dia (Ibnu Abi Duwwad) tidak adil kepadaku. Semestinya akulah yang bertanya, ujar Imam Ahmad bin Hanbal sambil berpaling ke al-Watsiq. Permintaan itu diizinkan Sang Khalifah. Maka, Imam Ahmad bertanya balik ke Ibnu Abi Duwwad. Alquran itu makhluk, kata yang ditanya.

Apakah penilaian itu sudah diketahui bahkan oleh Rasulullah, juga Abu Bakar, Umar bin Khattab? kata Imam Ahmad bin Hanbal. Belum, jawab Ibnu Abi Duwwad lagi. Subhanallah. Ihwal agama ini (Islam) yang tidak Nabi ketahui, namun kamu mengetahuinya, kata Imam Ahmad. Mendengar respons ini, wajah Ibnu Abi Duwwad merah padam.

Aku mau bertanya lagi, ujar Ibnu Abi Duwwad. Maka pertanyaanku tetap sama, ujar Imam Ahmad bin Hanbal seketika. Maksudnya, apa pun pertanyaan Ibnu Abi Duwwad soal kemahklukan Alquran, Imam Ahmad bin Hanbal akan mempertanyakan apakah Nabi SAW sudah mengetahui soal itu.

Benar. Mereka (Nabi SAW dan para sahabat) sudah tahu (kemakhlukan Alquran), kata Ibnu Abi Duwwad. Mereka tahu, namun tidak mengajarkannya kepada umat manusia? kata Imam Ahmad bin Hanbal mencecar. Begitulah, kata Ibnu Abi Duwwad dengan nada membela diri.

Imam Ahmad bin Hanbal menyambung pertanyaannya, Apa menurutmu yang mereka (Nabi SAW dan para sahabat) lakukan ternyata tidak cukup? Sampai di sini, al-Watsiq menyela dan mengarahkan pandangannya ke Ibnu Abi Duwwad, Ada hal yang tidak diketahui Nabi, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali seluruh Khulafa ar-Rasyid tetapi kamu mengetahuinya? Lantas, yang mereka semua tahu dan tidak mereka ajarkan ternyata belum cukup menurut penilaianmu, sehingga kamu mengajarkannya?

Ibnu Abi Duwwad bergeming. Melihat itu, Khalifah al-Watsiq lantas memerintahkan pasukannya membuka ikatan Imam Ahmad bin Hanbal. Bahkan, ratusan dinar diberikan kepada ulama tersebut.  Khalifah membebaskannya.

Sejak saat itu, Ibnu Abu Duwwad tidak terhormat di hadapan Khalifah al-Watsiq. Ayahku kemudian berhenti menginterogasi warga ihwal itu (kemakhlukan Alquran), ujar anak Khalifah al-Watsiq, seperti terangkum dalam Siyar a'lam an-Nubala'

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement