Rabu 17 Sep 2014 11:48 WIB

Bolehkah Wanita Berhaji tanpa Mahram? (2-habis)

Jamaah haji wanita di Makkah, Arab Saudi.
Foto: Republika/Heri Ruslan/ca
Jamaah haji wanita di Makkah, Arab Saudi.

Oleh: Hannan Putra     

Yahya ibnu Abbas menceritakan, pernah ada seorang wanita dari penduduk Ray menulis surat kepada Ibrahim An-Nakha’i yang bunyinya, “Sesungguhnya aku seorang wanita kaya, tapi tidak punya mahram, apakah saya wajib mengerjakan haji?”

Maka Ibrahim menjawab dalam surat balasannya,”Sesungguhnya engkau adalah dari orang yang Allah tidak dibuka jalan baginya untuk haji.”

Syarat yang tersebut ini, yaitu adanya mahram, dipandang salah satu dari segi kemampuan. Pendapat itu dipegang oleh Abu Hanifah, An-Nakha’i, Al-Hasan, Ats-Tsauri, Ahmad, dan Ishaq.

Selain itu, menurut Mazhab Syafi’i, definisi mahram yang menemani haji tidak harus suami. Adanya suami atau mahram dapat digantikan oleh sejumlah wanita kepercayaan. Dalam kitab Al-Imla’, Imam Syafi’i berpendapat bolehnya wanita berangkat haji meski hanya ditemani satu wanita kepercayaan. Bahkan dalam pendapat lain, jika perjalanannya aman, seorang wanita boleh berhaji tanpa disertai wanita lain.

Beberapa dalil yang dipakai tentang kebolehan wanita haji tanpa mahram, yakni hadis dari Nafi’ yang merupakan budak Abdullah bin Umar. Suatu ketika para bekas budak wanita Ibnu Umar pernah bersafar menunaikan haji bersama dengan Abdullah bin Umar. Artinya para wanita tersebut pergi menunaikan haji tanpa mahramnya.

Ada juga dalil hadis yang diriwayatkan Imam Baihaqi dari Ummul Mukminin Aisyah RA. Dalil ini termaktub dalam kitab Al-Muhalla karya Ibnu Hazm. “Suatu ketika seseorang bertanya kepada Aisyah tentang apakah setiap wanita saat bersafar harus dengan mahramnya?” Aisyah menjawab, “Tidak semua wanita memiliki mahram.”

Jawatan kuasa Fatwa Negeri Johor, Malaysia, mengeluarkan syarat ketat bagi wanita yang akan pergi haji tanpa mahram. Pertama, aman perjalanan dan terjamin keselamatannya. Mahram atau suami memang tidak bisa mendampingi karena alasan syar’i.

Karena itu, mendapat izin dari mahram kalau ada; menempuh perjalanan dalam kendaraan yang ramai penumpang; bersama kumpulan perempuan yang tepercaya; dan memiliki bekal yang cukup selama perjalanan.

Selain itu, tidak memiliki sakit yang bisa merepotkan orang lain; selalu mengabarkan keadaan kepada keluarga di rumah; dan perjalanannya memang untuk ibadah semata bukan untuk jalan-jalan dan berbelanja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement