Selasa 12 Feb 2019 21:19 WIB

Tiga Muslim Pakar Alkimia dari Era Klasik

Mereka berjasa dalam mengembangkan ilmu alkimia dan kimia modern

(Ilustrasi) Naskah 'Kimia Kebahagiaan' oleh al-Ghazali
Foto: tangkapan layar wikipedia.org
(Ilustrasi) Naskah 'Kimia Kebahagiaan' oleh al-Ghazali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alkimia merupakan kajian kimia dari Abad Pertengahan. Para pegiatnya berupaya menemukan suatu unsur Batu Filsuf (the Philosopher's Stone) atau eliksir yang konon dapat mengubah logam biasa menjadi emas.

Aktivitas para pakar alkimia menggeliat di negeri-negeri sekitar Laut Tengah. Setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi, pamor peradaban Islam meningkat. Banyak ilmuwan Muslim mempelajari beragam ilmu pengetahuan dari wilayah non-Arab.

Mereka berkontribusi dalam mengembangkan alkimia dan ilmu kimia, sehingga menjadi yang seperti saat ini. Berikut ini tiga orang Muslim pakar kimia yang terkemuka dari zaman klasik.

 

Khalid bin Yazid

Nama Khalid bin Yazid melegenda sebagai orang Islam pertama yang menggeluti alkimia. Dia lahir pada 665 dan wafat 39 tahun kemudian di Damaskus. John Eberly dalam bukunya, Al-Kimia: The Mystical Islamic Essence of the Sacred Art of Alchemy, mengulas sosok cucu pendiri Daulah Umayyah tersebut.

Saat berusia 20 tahun, Khalid berkelana ke Iskandariah, Mesir. Di kota tersebut, dia mulai tertarik mengkaji alkimia. Hal itu setelah dia menemukan sebuah naskah kuno tentang Batu Filsuf.

Riwayat hidup Khalid bin Yazid mula-mula dirangkum dalam antologi karya Muhammad bin Ishaq al-Nadim (wafat 995), Kitab al-Fihrist. Menurut Ibnu al-Nadim, bangsawan Umayyah tersebut merupakan pengarang beberapa karya tentang alkimia. Di antaranya adalah Kitāb al-Kharazāt, Kitāb ash-Shaḥīfa al-Kabīr, Kitāb ash-Shaḥīfa as-Saghīr, Kitāb Waṣīyatihi ilā Ibnihi fī San’a, dan Firdaus al-Hikmah.

 

Jabir bin Hayyan

Nama lengkapnya, Abu Musa Jabir bin Hayyan. Bisa dikatakan, dia termasuk jenius lantaran kepandaiannya meliputi banyak bidang. Sebut saja, ilmu kimia, metalurgi, astronomi, geografi, teknik, pengobatan, kedokteran, dan filsafat.

Jabir lahir pada 721 di Thus (Iran) dan wafat dalam usia 94 tahun di Khurasan. Sebagai seorang ilmuwan, kiprahnya dikenang generasi-generasi berikutnya. Kaum terpelajar Kristen Eropa pada abad ke-15 menyebutnya dalam bahasa Latin, yakni Geber.

Jabir bin Hayyan hidup pada masa keemasan Dinasti Abbasiyah. Saat itu, pemerintahan sedang dipimpin Sultan Harun al-Rasyid. Awalnya, Ibnu Hayyan menetap di Kuffah. Suatu ketika tawaran datang dari sang sultan agar dia memimpin lembaga kajian kimia di Baghdad.

Dia pun menerimanya. Sepanjang hidupnya, Jabir telah menulis begitu banyak manuskrip tentang kimia. Di antaranya adalah himpunan buku besar yang terdiri atas 120 jilid dan 70 jilid, serta dua kitab yang membahas soal rektifikasi dan keseimbangan reaksi.

 

Muhammad al-Razi

Ilmuwan serba bisa ini bernama lengkap Abu Bakar Muhammad bin Zakariyya al-Razi. Kalangan Eropa dari Abad Pertengahan menyebutnya sebagai Rhazes.

Nama belakangnya merujuk pada tempat kelahirannya, Ray (Iran). Dia wafat dalam usia 71 tahun di kota yang sama.

Selain kimia, sosok serba bisa ini juga menekuni bidang kedokteran. Sejarawan era modern menganggapnya sebagai perintis studi penyakit menular, semisal cacar air dan campak.

Di bidang kimia, al-Razi menyempurnakan metode untuk menghasilkan cairan-cairan pemantik api, semisal alkohol dan minyak tanah (kerosene).

Masa mudanya dihabiskan untuk belajar kedokteran dan sains di Baghdad. Selanjutnya, dia bekerja pada sebuah rumah sakit di sana. Al-Razi juga serius menekuni alkimia. Dia bahkan mengadakan sejumlah eksperimen kimia di laboratorium pribadi.

Tokoh ini termasuk percaya bahwa unsur-unsur semisal besi atau tembaga dapat berubah menjadi emas melalui reaksi kimia tertentu. Untuk itu, dia menulis dua buku, al-Asrar (‘Rahasia’) dan Sirr al-Asrar (‘Rahasianya Rahasia’).

Dalam al-Asrar, dia membagi mineral ke dalam enam golongan. Hal ini dapat dianggap sebagai rintisan klasifikasi unsur-unsur kimia. Bagaimanapun, keyakinannya terhadap alkemi mendapat banyak sanggahan dari orang-orang sezamannya.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement