Jumat 18 Jan 2019 06:06 WIB

Batasan Memandang

Interaksi perempuan dan laki-laki terjadi di mana saja.

Rep: Ferry Kinsihadi/ Red: Agung Sasongko
Aurat (ilustrasi).
Foto:

Al-Qaradhawi mengungkapkan, hadis ini tak dapat menjadi dasar bagi mereka yang menegaskan bahwa perempuan tak boleh memandang laki-laki, demikian pula sebaliknya. Alasannya, hadis itu tak luput dari cela, yaitu dari sisi sanad dan dilalahnya. Hadis ini tak mencapai derajat seperti hadis-hadis yang diriwayatkan dalam Shahihain yang mengizinkan perempuan memandang laki-laki. Pada intinya, perempuan boleh memandang laki-laki, bukan pada bagian auratnya.

Mayoritas ahli fikih menetapkan aurat laki-laki itu adalah bagian antara pusar dan lutut. Sedangkan, ba gian lainnya, seperti wajah, rambut, lengan, bahu, be tis, dan bagian lainnya, boleh dipandang. Namun, te tap saja ada batasan yang harus dipatuhi perempuan, yaitu tak memandang laki-laki dengan disertai nafsu.

Jika seorang perempuan melihat laki-laki lalu timbul hasrat, mestinya perempuan itu menahan pandangannya. Jangan malah meneruskan keinginan nafsunya itu. Inilah yang dianggap sebagai pandang an yang menuntun pada perzinaan yang sebaiknya dihindarkan oleh perempuan.

Imam Ibnul Qayyim al-Jawziyah dan al-Mundziri yang dikutip Haya binti Mubarok al-Barik dalam bukunya, Ensiklopedi Wanita Muslimah, menyatakan, perempuan yang menahan pandangan akan memetik sejumlah manfaat. Dengan menahan pandangan, perempuan telah mematuhi perintah Allah.

Selain itu, menahan pandangan pun akan menguat kan dan membuat hati bahagia. Sebaliknya, hati perempuan yang mengumbar pandangannya akan diserang kegelisahan, sebab hatinya tak dapat lepas dari syahwat. Pilihan menahan pandangan membuat perempuan mengosongkan hatinya dari kemaksiatan, ujar Haya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement