Kamis 08 Nov 2018 07:00 WIB

Menjadi Muslim Terbaik

Zuhud adalah kunci untuk meraih cinta Allah dan sesama manusia.

Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)
Foto: Wordpress.com
Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terik gurun pasir terasa membakar ubun-ubun. Dari Madinah, tampak kedua suami istri berangkat menuju Homs. Tak banyak yang mereka miliki, kecuali bekal sejumlah uang dari sang khalifah.

Sesampainya di kota tujuan, sang istri mengusulkan, "Aku akan mempergunakan uang ini untuk membeli pakaian yang layak, hiasan, barang-barang keperluan rumah tangga, dan menyimpan sisanya. Bagaimana menurutmu?"

"Apakah engkau mau aku tunjukkan yang lebih baik dari itu? Sekarang kita berada di negeri perdagangan yang menjanjikan keuntungan dan pasar yang selalu ramai. Karena itu, mari kita berikan uang ini kepada seseorang yang bisa memakainya untuk berdagang dan menumbuhkannya untuk kita," jawab Said bin Amir, sang suami.

Perempuan itu suka cita mendengar usul suaminya. Ia bertanya, "Jika perdagangannya merugi?" Said menjawab, "Aku akan meminta jaminan kepadanya." Demikianlah, akhirnya sang istri sepakat untuk terlibat dalam perdagangan yang dikehendaki suaminya.

Khalil Muhammad Khalil dalam Biografi 60 Shahabat Rasulullah mengungkapkan, Said kemudian pergi membawa seluruh uang bekal mereka. Ia beli sedikit kebutuhan pokok untuk hidup mereka yang sederhana. Setelah itu, ia bagikan semua sisa uangnya kepada kaum fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

Hari demi hari terus berlalu. Berkali-kali sang istri menanyakan perihal perdagangan mereka. Said selalu menjawab, "Perdagangan kita berjalan lancar, sementara keuntungannya terus tumbuh dan berkembang."

Akan tetapi, istrinya tak percaya begitu saja. Pasalnya, ia tak pernah mendapati suaminya memegang banyak uang. Hidup mereka pun tak banyak berubah dibandingkan saat datang.

Suatu hari, sang istri kembali bertanya di hadapan karib Said yang mengetahui hal sebenarnya. Said tersenyum lantas melepaskan tawa mendengar pertanyaan itu, yang serta-merta menimbulkan kecurigaan di hati sang istri. Ia pun terus mendesak karib Said untuk menceritakan terus terang. Akhirnya, kecurigaan itu terjawab, "Said telah menyedekahkan seluruh hartanya sejak awal."

Demi mendengar kejujuran itu, meledaklah tangis sang istri. Ia menyesal tidak sempat menikmati harta tersebut. Harta itu lenyap tanpa sempat ia belanjakan untuk keperluan hidup mereka. Said pandangi istrinya yang masih berurai air mata keputusasaan.

"Bukankah engkau tahu bahwa di surga itu ada para bidadari yang berupa gadis-gadis cantik bermata jeli? Andai saja seorang dari mereka melongok ke bumi, tentulah ia akan menerangi seluruh bumi dan cahayanya akan mengalahkan cahaya bulan dan matahari sekaligus," ucap Said, menenteramkan hati sang istri.

"Karena itu, mengorbankan dirimu demi mereka adalah lebih baik dan lebih layak daripada mengorbankan mereka demi dirimu," sambungnya. Ucapan itu menyadarkan hati sang istri. Ia paham, tidak ada yang lebih baik untuknya selain meniti jalan akhirat dengan kezuhudan yang telah dicontohkan suaminya.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement