Senin 29 Oct 2018 16:42 WIB

Etika Kedokteran dalam Islam: Kapasitas

Tujuan seorang dokter adalah mengobati.

Dokter. Ilustrasi
Foto: Republika/Yasin Habibie
Dokter. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap ranah kehidupan tak terlepas dari nilai. Demikian pula dengan pengembangan ilmu kedokteran. Nilai membalut praktik kedokteran dan mengikat para dokter dalam menjalankan kewajiban profesinya. Para dokter di dunia Islam, khususnya pada masa Turki Usmani, telah meletakkan nilai sebagai dasar etika kedokteran.

Etika yang dikembangkan didasarkan atas kepercayaan masyarakat kepada para dokter bahwa mereka merupakan orang-orang yang memiliki kebajikan. Dan, para dokter pada masa Turki Usmani telah mengembangkan etika tentang apa yang harus dilakukan atau yang tak seharusnya dilakukan sebagai dokter.

Paling tidak, ada empat dasar etika yang menjadi panduan para dokter dalam menjalankan pekerjaannya. Keempat hal itu adalah kerendahan hati, kapasitas, kesabaran, dan harapan. Nilai-nilai tersebut dipegang teguh oleh para dokter saat menjalankan tugasnya ketika mengobati dan menjalin hubungan dengan pasiennya.

Baca: Etika Kedokteran dalam Islam: Rendah Diri

Kapasitas

Keadilan dan hak yang sama dalam mendapatkan pengobatan merupakan etika dan norma yang harus dipenuhi oleh dokter dalam mengobati pasiennya. Dalam sejumlah manuskrip kedokteran, diungkapkan, jika seorang dokter hanya menginginkan uang dan harta kekayaan, itu akan membuatnya tak bisa berbuat adil.

Akibatnya, para pasien tak hanya akan dirugikan, tetapi juga kepercayaan mereka terhadap dokter akan sirna. Serafeddin Sabuncuoglu, seorang dokter bedah pada abad ke-15, menyarankan seorang dokter agar tak melakukan pengobatan yang sulit dengan tujuan hanya untuk mereguk uang.

Nidai juga memiliki kalimat bijak yang ia ucapkan. Menurut dia, seorang dokter jangan terlalu mencintai uang, merasa cukuplah dengan apa yang telah ada. Jangan pula mencintai segala hal yang bersifat sementara. Ia mengingatkan para dokter agar hati-hati dalam menjalani takdir.

Sedangkan, Abbas Vesim mengatakan, seorang dokter harus mendapatkan haknya, yaitu imbalan atas pengobatan yang dilakukannya dan biaya obat yang digunakan dalam pengobatan tersebut. Namun, ia mengingatkan bahwa seorang dokter mestinya tak hanya berhasrat mendapatkan uang sebanyak mungkin dari keahliannya itu.

Menurut Vesim, tujuan seorang dokter adalah mengobati, bukan mencari banyak uang. Dokter yang hanya berambisi mendapatkan uang berlimpah dan tak berkemauan untuk menyembuhkan pasien tidak akan mendapatkan rasa hormat dan kepercayaan dalam pengobatan.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement