Kamis 17 May 2018 15:48 WIB

Pesona Alam di Masjid Hamidiyah Turki

Masjid ini dibangun pada 1910.

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Bagian dalam Masjid Hamidiyah di Turki.
Foto: Youtube.com
Bagian dalam Masjid Hamidiyah di Turki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesona sebuah bangunan dapat berasal dari nuansa yang pengunjung rasakan begitu memasukinya. Masjid Hamidiyah merupakan satu contoh rumah ibadah dengan daya tarik demikian. Media lokal, Yenisafak.com, mengutip keterangan seorang pengurus masjid tersebut. Menurutnya, gagasan keindahan alam mendasari pembangunan masjid yang terletak di pusat Kota Kirsehir, Turki, itu.

Tidak tanggung-tanggung. Keseluruhan interior masjid menampilkan kesan alam natural. Mulai dari bagian lantai, dinding, mihrab, lengkung kubah, hingga beragam mebel yang terletak di sana. Pengunjung dapat menyaksikan dan mengalami sendiri keindahan yang begitu unik saat memasuki Masjid Hamidiyah. Misalnya, mural pada dinding mihrab menampilkan penampakan air terjun dan danau di bawahnya.

photo
Masjid Abdul Hamid II atau Masjid Hamidiyah/Limfeed

Gambar air terjun itu memuat lafazh Allah, sedang kan gambar tepian danau itu disertai gambar padang rumput dan deretan pohon hutan beriklim sejuk. Satu hal yang istimewa, kesan padang rumput itu meluas sampai ke permukaan lantai masjid ini. Permadani yang melapisinya berwarna hijau dengan selang-seling warna cokelat. Karena itu, tempat para jamaah bersujud ini tak ubahnya hamparan padang rumput nan luas.

Seperti bagian mihrab, dinding interior masjid ini juga menampilkan kesan keluasan padang rumput. Ada enam jendela yang menjadi sumber masuknya cahaya matahari dari luar. Di selang-selingnya atau anta ra birai jendela-jendela tersebut, terdapat mural ber gambar pohon poplar yang menjulang tinggi. Warna latarnya adalah biru langit, yang dihiasi dengan mu ral berbentuk awan-gemawan. Namun, gambar awan juga melapisi keseluruhan dinding interior Masjid Hamidiyah, termasuk permukaan bagiandalam kuba.

 

Kini, tengoklah pada kedua mimbar Masjid Hamidiyah. Mereka terletak di dekat dua pilar utama. Penampilannya seakan-akan berbahan dasar balokbalok kayu yang disusun sejajar. Penampilan kayu juga tampak pada pagar-pagar dengan tinggi kurang dari 50 cm. Mereka terletak bersandar pada dinding sehingga mengitari ruang utama shalat.

Masjid Hamidiyah terdiri atas dua lantai. Gambaran natural tampak mencolok di lantai pertama, sedang kan lantai keduanya cenderung regular. Di bagian langit-langit, tepat di bawah lengkung kubah, terdapat lampu kristal yang menggantung indah. Benda itu berwarna kuning keemasan dan berbentuk permata.

photo
Mimbar Masjid Hamidyah, Turki/Limfeed

Secara utuh, penampilan bagian dalam Masjid Hamidiyah memang terbilang unik bila dibandingkan masjid-masjid pada umumnya. Sebab, hampir tidak ada dominasi kaligrafi atau ornamen-ornamen geometris sebagai penghias. Semua itu tergantikan dengan mural dan dekorasi yang meniru keindahan lingkungan alam luas nan sejuk.

Pada faktanya, usia masjid ini cukup tua. Masjid ini dibangun pada 1910, kata imam Masjid Hamidiyah, Safa Akengi, kepada Yenisafak.com, Juli 2017. Dia juga menjelaskan, luas kompleks masjid ini mencapai 115 meter persegi. Seratus tujuh tahun silam, lokasi masjid ini, yaitu kawasan Yenejeh, Kirehir, masih merupakan kota kecil. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan munculnya kebutuhan akan masjid sebagai pusat ibadah dan kegiatan Islam.

"Saya diceritakan. Waktu itu, masjid sempat dibangun di sini juga tetapi terbilang kecil. Sehingga, tidak cukup menampung kebanyakan penduduk Yenejeh. Apalagi, ketika hari-hari ramai, semisal liburan atau hari besar keagamaan," sambung dia.

Karena itu, berpuluh tahun sejak pendiriannya pertama kali, Masjid Hamidiyah terus mengalami perbaikan dan perluasan. Renovasi yang paling signifikan berlangsung pada 2015 silam. Sebab, hampir keseluruhan bangunan asli dibongkar. Sejak saat itulah ide naturalisme mengemuka untuk menghiasi interior masjid.

photo
Masjid Hamidiyah dibangun tahun 1910.

Inspirasinya datang dari Alquran surah al-Baqarah ayat 22, yang terjemahannya, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu.

Intinya, lanjut sang imam, Allah secara tidak langsung menyuruh manusia beriman agar merenungi keindahan langit dan bumi serta bagaimana keduanya menjadi tempat manusia berzikir dan mencari rezeki. Pihak Masjid Hamidiyah tidak ingin sekadar menampilkan kaligrafi ayat tersebut sebagai pengingat kepada para jamaah. Sebab, mengapa tidak merasakan nuansa keindahan alam tepat ketika Anda shalat?

Safa Akengi menceritakan orang-orang di balik gagasan naturalisme itu. Mereka antara lain Ismat Yabigi (kepala pengelola Masjid Hamidiyah) dan sejumlah donatur. Setelah rancangan masjid ini disepakati, Ismat mendatangkan seorang pelukis asal Azerbaijan. Ia terkenal ahli dalam membuat mural dan bahkan mengonsep mebel serta permadani untuk interior masjid ini. Hasilnya sebagaimana yang bisa pengunjung nikmati sekarang.

"Saat saya pertama kali bertugas di sini, demikianlah saya mendapat informasi. Bahwa pembangunan dan desain Masjid Hamidiyah memang diilhami surat al-Baqarah itu, ujarnya. Namun, bagi Safa, kesan Masjid Hamidiyah bukan sekadar padang rumput nan luas. Interior masjid ini seperti menimbulkan nuansa bahwa seakan-akan kita shalat di dalam Taman Firdaus, akunya.

photo
Masjid Hamidiyah, Turki/Limfedd

Penampilan luar masjid ini tidak kalah indahnya. Dinding bagian luar menampilkan kaligrafi lafazh Allah dalam ukuran besar. Masing-masing huruf berada sesuai dengan birai-birai jendela.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement