Senin 06 Nov 2017 18:00 WIB

Toilet Diminta Penuhi Kaidah Syariat

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko
Toilet
Foto: ist
Toilet

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA   -- Toilet termasuk salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Sebab, kehadiran fasilitas yang satu ini sangat penting untuk menunjang kegiatan kita se hari-hari.

Menurut beberapa artikel medis, orang yang sehat bisa pergi ke toilet rata-rata lima hingga tujuh kali setiap harinya. Dengan begitu, keberadaan toilet yang representatif mutlak diperlukan, ter utama di tempattempat publik, semisal ho tel, taman, bandara, kantor, atau kam pus.

Saat ini, para pengelola hotel dan pusat perbelanjaan di kota-kota besar seperti Jakarta tampaknya tengah berupaya me nunjukkan komitmennya untuk menyediakan toilet yang sesuai dengan standar in ter nasional. Hal itu salah satunya dilaku kan dengan cara menerapkan konsep toilet kering—yang minim penggunaan air—di gedung-gedung mereka.

Namun sayangnya, upaya tersebut be lum sepenuhnya mampu mengakomodasi kebutuhan semua masyarakat. Konsep toi let kering—yang oleh sebagian orang di anggap lebih sehat dan higienis itu—justru menyulitkan kaum Muslim untuk beristinja (membersihkan sisa kotoran di dubur atau kubul setelah buang air) secara syar'i.

Sekretaris Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Ustaz Fahmi Salim menuturkan, dalam ajaran Islam, tata cara beristinja yang utama haruslah menggunakan air bersih. Jika tidak ada air bersih, alat bersuci yang bisa dijadikan pilihan berikutnya adalah batu atau benda sejenisnya yang bersih dan suci.

Dalil tentang tata cara tersebut dapat di te mukan dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Nabi, Anas bin Malik RA. Dia berkata, "Rasulullah SAW masuk ke tempat buang hajat lalu saya dan seorang pemuda sebaya saya membawakan satu bejana dari air dan satu tombak kecil, lalu beliau beristinja (bersuci) dengan air itu," (HR al-Bukhari nomor 151, dan Muslim nomor 271).

Sementara, dalil tentang beristinja meng gunakan batu diungkapkan oleh Nabi SAW dalam sabdanya, "Apabila salah se orang di antara kamu pergi ke tempat buang hajat besar, maka bersihkanlah de ngan menggunakan tiga batu karena se sungguhnya dengan tiga batu itu bisa membersihkannya," (HR Ahmad VI/108, Nasa'i nomor 44, dan Abu Dawud nomor 40).

"Di beberapa gedung yang pernah saya singgahi, pengelola toiletnya rata-rata tidak menyediakan air untuk istinja, tetapi menggantinya dengan kertas tisu. Padahal, kertas tisu tidak memenuhi syarat sebagai alat untuk bersuci," ujar Ustaz Fahmi kepada Republika, Rabu (1/11).

Dia mengaku pernah mengalami kesulitan saat menggunakan toilet di salah satu gedung di Jakarta. Di tempat itu, kata Fahmi, pengelola gedungnya tidak menyediakan air untuk istinja. Satu-satunya alat pembersih yang tersedia hanya kertas tisu yang menggantung di dinding toilet.

"Dengan susah payah, saya mencoba membasahi tisu itu dengan air seadanya, baru kemudian menggunakannya untuk beristinja. Meskipun ketika itu saya berha sil memperoleh air (untuk bersuci), hasilnya tidaklah maksimal. Karenanya, begitu sampai di rumah, saya ulangi lagi istinja dengan benar," tuturnya.

Fahmi mengatakan, para pengelola ho tel, mal, dan tempat-tempat publik lain su dah semestinya memiliki perhatian khusus terhadap persoalan ini. Menurut dia, toilet atau kloset yang disediakan harus meme nuhi standar-standar syar'i sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan kaum Muslim dalam beristinja.

"Istinja yang tidak dilakukan dengan benar bisa berdampak kepada urusanurus an lainnya. Misalnya, ketika mau sha lat, kita jadi merasa waswas karena belum bersuci dengan sempurna. Apalagi jika pa kaian yang kita kenakan kecipratan urine saat menggunakan fasilitas urinoir, pakaian tersebut jelas tidak bisa dipakai untuk shalat," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement