Senin 06 Nov 2017 14:30 WIB

Jejak Interaksi Dunia Islam dan Jepang

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko
Tokyo
Foto: Rocketnews24
Tokyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang sejarahnya pada masa lalu, Jepang telah menjadi semacam tempat misterius bagi para pelancong, pembuat peta, pedagang, dan ilmuwan di berbagai belahan dunia. Itu disebabkan kebijakan isolasi (politik tertutup) yang pernah diterapkan penguasa di negara itu antara 1633–1853 silam.

Negeri Sakura yang terisolasi pada masa lampau membuat masyarakat dunia lebih memfokuskan interaksinya dengan negaranegara terbuka atau wilayah-wilayah lain yang lebih mudah mereka jangkau. Tidak terkecuali dengan masyarakat Muslim. Mes =ki Islam telah menyebar dan berkembang di daratan Cina dan kawasan Asia Tenggara selama berabad-abad, interaksi secara luas antara kaum Muslim dan masyarakat Jepang justru baru dimulai menjelang akhir abad ke-19.

Meski demikian, tidak banyak yang tahu bahwa komunikasi antara kedua peradaban tersebut sebenarnya sudah terjadi jauh se belum itu. Umat Islam setidaknya telah mengenal negeri "al-Yaaban" (sebutan Jepang dalam bahasa Arab—Red) sejak abad ke-15. Bahkan, negeri kepulauan itu pertama kali muncul di peta buatan seorang sarjana Mus lim Persia bernama Hafiz-i Abru pada 1430. Pada abad ke-17, seorang sejarawan Uts maniyah menggambarkan masyarakat "Ja po nya" (sebutan Jepang dalam bahasa Tur ki) sebagai orang-orang yang suka mandi air dingin dan memiliki moral yang tinggi.

"Orang Jepang mungkin juga memiliki gagasan dasar yang sama tentang kaum Muslim dan mereka mungkin pernah bertemu pa ra pedagang atau diplomat Muslim selama berabad-abad. Kemungkinan individu Muslim yang menetap di Jepang selama periode ini juga tidak dapat dikesampingkan," tulis peneliti sejarah Islam asal Kanada, Hassam Munir, dalam artikelnya berjudul "The Long and Fascinating Journey of Islam to Japan" yang dilansir laman Mvslim.com, Agustus lalu.

Namun, pada akhir abad ke-19, dua tren paralel tiba-tiba menggelitik minat orangorang Muslim dan Jepang antara satu sama lain. Tren yang pertama adalah terkait dengan imperialisme Eropa di dunia Islam. Sementara, tren yang kedua adalah kemunculan Jepang sebagai kekuatan politik di Asia dan kemampuannya bertahan melawan kekuatan Eropa yang predator.

Kedua kondisi itulah yang lantas mendo rong Sultan Abdulhamid II dari Kesultanan Turki Utsmaniyah berusaha membangun hu bungan persahabatan dengan Negeri Mata hari Terbit. Ia mengirimkan kapal perang nya yang bernama Ertugrul ke Jepang pada 1889. Kapal perang yang mengangkut 609 pelaut Utsmaniyah itu ditugaskan membawa hadiah untuk Kaisar Meiji (yang memerintah Jepang antara 1867-1912). Sebelum Sultan Ab dul hamid II mengirimkan Ertugrul ke Jepang, salah seorang saudara laki-laki dari Kaisar Meiji sudah lebih dulu mengunjungi Istanbul (ibu kota negara Utsmaniyah), dua tahun sebelumnya.

Ertugrul berhasil tiba di Jepang dengan selamat. Sesampainya di sana, penumpang kapal itu disambut dengan keramahan yang luar biasa oleh para pimpinan dan rakyat Negeri Matahari Terbit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement