Selasa 18 Jul 2017 20:00 WIB

Sihir dan Abad Pertengahan

abad pertengahan ilustrasi
Foto: wikipedia
abad pertengahan ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rentang abad ke-14 sampai 1650, sebanyak 200 ribu hingga 500 ribu penyihir mati akibat aksi massa di Eropa Dataran. Kecenderungan jahat dalam dunia sihir terus berlanjut memasuki kurun Masehi.

Pada Abad Pertengahan, kata Michael D Bailey dalam bukunya, Magic and Superstition in Europe, masyarakat Eropa pada umumnya menghakimi sihir sebagai lawan daripada agama. Teologi Kristen memisahkan dengan te gas kekuatan yang berasal dari iblis dengan yang berasal dari kuasa trinitas.

Salah satu praktik perburuan penyihir (witch hunt) terbesar dalam sejarah, terjadi di Skotlandia dalam kurun 1661-1662. Brian P Levack (2014) memaparkan, tidak kurang dari 660 orang tewas akibat aksi amuk tersebut. Sebelum dihabisi, mereka digiring ke lapangan dengan tuduhan telah melakukan pelbagai ritual sihir.

 

Perburuan itu bermula di wilayah perdesaan timur Edinburgh, Midlothian, dan Lothian Timur. Awalnya, ada 206 orang yang dituding sebagai penyihir. Namun, amuk massa meluas tidak hanya di ke tiga daerah tersebut. Dari sekitar 600 kor ban jiwa, sejarah mencatat sebanyak 206 di antaranya tewas akibat dibakar hidup-hidup.

Begitulah cara orang-orang Abad Pertengahan 'membersihkan' masyarakat dari pengaruh sihir.

Lebih lanjut, Nachman Ben-Yehuda me lalui artikelnya, The European Witch Cra ze of the 14th to 17th Centuries: A Sociologist's Perspective mendapatkan angka yang mencengangkan. Dalam rentang abad ke-14 sampai 1650, sebanyak 200 ribu hingga 500 ribu penyihir mati akibat aksi massa di Eropa Dataran. Mayo ritas atau sebesar 85 persen di antaranya merupakan perempuan.

Namun, seiring dengan mencuatnya teknologi penyiaran, sihir kembali meng alami pergeseran makna. Memasuki awal abad industri, praktik-praktik sihir (magic) menjadi bagian dari bisnis pertunjukan hiburan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement