Senin 19 Jun 2017 16:31 WIB
Mengenal Ilmuwan Muslim

Muqaddimah, Karya Agung Ibnu Khaldun

Ilustrasi Kitab Kuning
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Kitab Kuning

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibnu Khaldun menyelesaikan Muqaddimah pada 1377. Banyak pakar dalam zaman modern memuji Muqaddimah sebagai karya pertama yang membahas sejarah perubahan dan perkembangan masyarakat secara sosiologis.

Sebelum Muqaddimah, karya-karya sejarah hanya membahas secara kronologis apa-apa peristiwa yang telah terjadi, tidak sampai menafsirkan segenap peristiwa itu.

Muqaddimah menawarkan perspektif baru dalam mengungkapkan hubungan sosial antara masyarakat dan lingkungannya dalam sejarah. Secara garis besar, Muqad dimahmenyoroti ihwal manusia, sosialisasi, interaksi sosial, masyarakat yang ideal, solidaritas sosial (al-asabiyah), institusi-institusi ekonomi, negara, dan pendidikan.

Taghi Azadarmaki dalam disertasinya untuk University of Maryland College Park (1992) menjelaskan gambaran Muqaddimah. Ibnu Khaldun menegaskan manusia sebagai makhluk sosial.

Tidak mungkin ada manusia yang terisolasi dari interaksi sosial sejak semula. Akan tetapi, sifat sosial manusia bukanlah insting, melainkan lantaran kebutuhan. Interaksi sosial lebih sebagai kehendak manusia untuk memenuhi keperluan, hasrat kekuasaan, serta perlindungan diri.

Manusia merupakan spesies yang lebih unggul ketimbang hewan lantaran kemam puan berpikir rasional. Oleh karena itu, kehendak untuk bermasyarakat adalah implikasi logis dari hidup secara manusiawi.

Ibnu Khaldun juga menandaskan, faktor-faktor lingkungan amat meme ngaruhi manusia, baik pada tataran individual maupun makro semisal peradaban. Di antaranya adalah iklim dan ketersediaan makanan. Beberapa teori yang orisinal dari Ibnu Khaldun dapat dipaparkan di sini. Misalnya, Ibnu Khaldun membagi penjuru bumi ke dalam tujuh wilayah.

Namun, kata dia, hanya tiga wilayah yang kondusif untuk didiami masyarakat lantaran suhunya. Ketiga wilayah ini terletak di antara dua wilayah, yakni utara dan selatan, yang merepresentasikan masing-masing suhu dingin dan panas ekstrem. Di ketiga wilayah tersebut, terbentang wilayah-wilayah yang kondusif tetapi masih dibeda-bedakan pula berdasarkan hawa udaranya.

Ibnu Khaldun menolak pembedaan masyarakat berdasarkan ras atau warna kulit. Sampai pada poin ini, Ibnu Khaldun mendahului pemikiran-pemikiran antirasisme dalam lingkup teori-teori sosial.

Alih-alih, dia menegaskan faktor-faktor so sial, politik, geografis, sebagai elemen pen ting untuk memilah-milah masyarakat kategoris.

Pemilahan ini untuk menentukan apa yang merekatkan mereka atau solidaritas sosialnya. Misalnya, dia menegaskan bahwa masyarakat yang tinggal di wila yah gurun pasir secara fisik dan moral lebih unggul ketimbang masyarakat di pegunungan, yang menikmati hawa sejuk sehingga hidup lebih nyaman.

Lebih lanjut, Ibnu Khaldun juga berteori bahwa kebanyakan peradaban muncul dan berkembang di wilayah-wilayah yang beriklim sedang. Sebab, iklim sedang di nilainya memberi suasana hangat kepada fisik dan karakteristik individu-indi vidu sehingga mendukung kapasitas belajar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement