Rabu 01 Mar 2017 18:45 WIB

3 Masjid Bersejarah di Maluku

Rep: Marniati/ Red: Agung Sasongko
 Tampak depan Masjid Jami di Kota Ambon, Maluku, Selasa (7/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Tampak depan Masjid Jami di Kota Ambon, Maluku, Selasa (7/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam memiliki sejarah panjang di Maluku. Meski tidak ada catatan pasti kapan Islam hadir di wilayah timur Indonesia ini, namun diperkirakan masyarakat Maluku sudah mengenal Islam sejak abad ke-15, ketika Kerajaan Ternate memeluk Islam.

Menurut catatan sejarah, raja Ternate pertama yang memeluk Islam adalah Kolano Marhum (1465-1486). Penguasa Ternate ke-18 ini memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500).

 

Masuknya Islam di daerah Maluku adalah berkat islamisasi yang dilakukan melalui jalur perdagangan. Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat, sehingga pada abad ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang ke Ternate menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan rempah-rempah.

Bukti kuat Islam di Maluku adalah keberadaan masjid-masjid bersejarah. Selain sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi tempat dakwah, pendidikan dan aktivitas lainnya.

Berikut tiga masjid bersejarah di Maluku yang dikutip dari buku //Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia//, karya Abdul Baqir Zein :

Masjid Jami Ambon

Masjid Jami Ambon didirikan pada 1860 M di atas tanah wakaf yang diberikan oleh seorang janda bernama Kharie.

Pada awalnya masjid ini hanya berdinding dan beratapkan daun rumbia dengan tiang kayu. Masjid kecil ini ternyata tidak mampu lagi menampung jamaah karena pemeluk agama Islam semakin bertambah, sehingga pada 1898 dibangunlah sebuah masjid baru di atas lokasi masjid lama, yang bentuknya lebih besar serta beratap seng.

Masjid ini sempat rusak beberapa kali. Menjelang berakhirnya kolonial Belanda di Maluku, masjid terbakar akibat ulah serdadu Kompeni yang membuka keran minyak yang berada di sebelah hulu Sungai Wai Batu Gajah. Masjid kembali dibangun oleh umat Islam.

Masjid Batu Merah

Masjid Desa atau Negeri Batumerah ini dibangun oleh orang kaya bernama Ibrahim Safari Hatala pada 1575 M. Melihat perkembangan agama Islam yang begitu cepat, Raja Abdurrahman Hatala memugar masjid pada 1805 M. Pada  1924 M, masjid kembali dipugar tanpa menghilangkan bentuk aslinya. Pemugaran dilakukan karena jumlah jamaah semakin banyak.

Pemugaran kedua dilakukan di bawah pemerintahan Raja Abdul Wahid Nurlete yang juga merupakan ulama terkenal di kawasan itu pada zamannya. Pada masa itulah, Buya Hamka, Ketua MUI pertama dan Bey Arifin, ulama yang disegani di Jawa Timur, pernah belajar di masjid ini.

Masjid Wapauwe

Masjid ini didirikan pada 1414 M, letaknya di kaki Gunung Wawane. Pendiri masjid ini berasal dari kaum pendatang dari Jailolo, Maluku Utara, di bawah pimpinan Jamilu. Ia adalah seorang ulama yang mengembangkan syiar agama Islam di Wawane.

Pada 1700 M, pada bagian kubah masjid dipasangkan sebuah tiang berbentuk alif. Tiang kubah tersebut terbuat dari kayu kanjoli dan hingga kini benda peninggalan bersejarah tersebut masih ada dengan bentuk yang masih orisinal. Kendati kubah telah diturunkan dari atapnya, namun tiang ukiran tersebut tetap dirawat dengan  baik oleh pengurus masjid.

Bukti sejarah lainnya yang masih tersimpan di Masjid Wapauwe ini adalah naskah khutbah Idul Fitri serta kitab suci Alquran tertua yang ditulis oleh Nurcaya pada 1590. Ia adalah murid Imam Rajali, pendiri masjid ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement