Selasa 28 Feb 2017 04:59 WIB

Minimnya Catatan Sejarah Jejak Ulama Nusantara

Rep: Fuji E Permana/ Red: Agung Sasongko
Warga mengunjungi pameran peradaban Islam Nusantara yang di selenggarakan di Islamic Center Nusa Tenggara Barat, Sabtu (30/7).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Warga mengunjungi pameran peradaban Islam Nusantara yang di selenggarakan di Islamic Center Nusa Tenggara Barat, Sabtu (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah berkembangnya Islam di Nusantara dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tak lepas dari peran para ulama, ustaz, habaib, dan kaum Muslimin. Sayangnya, jejak para ulama yang dulu ikut mencerdaskan masyarakat dan berjuang menyebarkan ajaran Islam sering kali tidak meninggalkan jejak catatan.

Minimnya catatan sejarah merupakan salah satu masalah di Indonesia. Hal ini berakibat data sejarah masa lampau untuk bahan penelitian dan rujukan sangat terbatas. Minimnya warisan yang berupa catatan antara lain disebabkan para ulama dan habaib di Indonesia berdakwah secara lillahi ta'ala. Mereka tulus, ikhlas, dan hanya mengharap ridha Allah semata.

"Jadi, mereka tidak mementingkan namanya untuk dicatat supaya dikenang," kata peneliti sejarah Alwi Alatas.

Ia mencontohkan, orang yang menemukan sesuatu misalnya menemukan benua, dia tulis kisahnya dalam sebuah catatan. Tujuannya supaya nama mereka bisa dikenang. Hal itu tak berlaku pada para ulama dan habaib. Mereka niat berdakwah dengan sangat ikhlas, lillahi ta'ala.

"Jadi, catatan (bagi mereka) ini kurang dipentingkan," ujarnya.

Adalah suatu hal yang patut disayangkan, para ulama dan habaib di masa lalu kurang mementingkan catatan tentang kisah hidup atau perjuangan dakwah mereka. Hal itu menimbulkan kesulitan bagi orang-orang di zaman sekarang untuk melakukan penelitian tentang peran ulama dan habaib di masa lampau.

'' Kalau pun ada datanya, biasanya bukan berupa data yang sangat kuat dan disepakati para sejarawan,'' kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement