Senin 17 Jun 2019 12:47 WIB

Memahami Amanah Jabatan

Jabatan merupakan amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya

Sumpah Jabatan/Ilustrasi
Foto: Antara
Sumpah Jabatan/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Zaki Arba     

Ketika Khalifah Utsman bin Affan mengutus kurir ke negeri tetangga untuk menjalin hubungan persahabatan, Umi Kaltsum, istrinya, menitipkan bingkisan minyak wangi untuk istri raja negeri itu.

Baca Juga

Sepulangnya, si kurir ganti membawa titipan bingkisan balasan dari istri raja berupa mutiara. Melihat kiriman tersebut, Utsman yang terkenal karena kedermawanan dan katakwaannya itu langsung menyitanya dan menyimpannya sebagai kas baitul mal.

"Kalau kau bukan istri khalifah, engkau tidak mungkin akan mendapatkan bingkisan ini," kata khalifah kepada istri yang dicintainya itu.

Namun, Umi Kaltsum bersikeras, bingkisan itu adalah hadiah balasan pribadi dari istri raja. Utsman membenarkan, tapi pengirimnya menggunakan fasilitas khilafah. Langkah itu, menurut Utsman, adalah ilegal, bisa menimbulkan preseden buruk, serta merupakan contoh yang tidak bagus bagi pejabat lain.

Utsman yang menjabat sebagai khalifah lebih memilih menjaga ketakwaan diri dan istrinya daripada menukarnya dengan bingkisan duniawi yang tidak seberapa. Sebab, pada dasarnya jabatan adalah amanat dari Allah yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.

Tentang menjaga takwa ini, Rasulullah SAW mengingatkan, "Seseorang tidak akan sampai pada tingkatan takwa sebelum rela meninggalkan hal-hal yang sepertinya tidak apa-apa, tetapi dapat menimbulkan apa-apa."

Agar tidak teperdaya oleh fasilitas jabatan dan tidak tertipu oleh syetan lewat cobaan duniawi, Allah SWT menuntun hamba-Nya agar hidup qana'ah (merasa cukup) dengan harta benda yang dimilikinya. Dengan qana'ah akan tumbuh rasa syukur, dan dari rasa syukur inilah timbul sifat kedermawanan yaitu rela memberikan sebagian harta yang dimilikinya untuk disedekahkan kepada orang lain. Sebaliknya, jika tidak ada sifat itu, maka yang akan muncul adalah sifat bakhil, egois, dan kufur nikmat.

Kehati-hatian terhadap fitnah jabatan, diiringi sifat qana'ah dan syukur, dapat mengarahkan setiap keluarga mukmin terhindar dari perbuatan korupsi, menumpuk harta yang tidak jelas kedudukannya, berbuat curang, dan terjaga dari keinginan menggunakan fasilitas pemerintah untuk kepentingan pribadi.

Rasulullah SAW memberi peringatan, "Jagalah dirimu dari berbuat zalim, karena berbuat zalim akan merupakan kegelapan di hari kiamat. Dan jagalah dirimu dari sifat bakhil, karena kebakhilan itu mendorong manusia menumpahkan darah dan menghalalkan segala cara yang diharamkan Allah" (HR Muslim).

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement