Selasa 28 May 2019 13:27 WIB

Indahnya Iktikaf

Rasulullah SAW selalu melakukan iktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan

Ilustrasi Ramadhan
Foto: Pixabay
Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu "ibadah Ramadhan" yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah selama berpuasa Ramadhan sembilan kali adalah iktikaf. Menurut riwayat Ibn Umar, Anas, dan Aisyah RA, Rasulullah SAW selalu melakukan iktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat (HR al-Bukhari dan Mus lim). Bahkan, pada puasa terakhir dalam tahun wafatnya, beliau melaksanakan iktikaf selama 20 hari (HR al-Bukhari).

Apa yang diteladankan Rasulullah tersebut menunjukkan bahwa iktikaf merupakan amalan mulia yang tak terpisahkan dari puasa Ramadhan. Dengan kata lain, puasa Ramadhan tanpa iktikaf itu kurang sempurna ibadahnya.

Oleh karena itu, iktikaf itu ibadah yang indah di mata Allah SWT karena dilakukan saat banyak orang mulai kurang "bersemangat" dalam beribadah atau mulai teralihkan perhatiannya pada urusan duniawi, seperti persiapan Lebaran, belanja pakaian baru, mudik ke kampung halaman, dan sebagainya.

'Aisyah RA meriwayatkan, "Jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah SAW selalu mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malam-malamnya, dan membangunkan keluarganya" (HR al-Bukhari dan Muslim). Hadis ini mengandung pesan bahwa 10 hari terakhir Ramadhan merupakan waktu paling indah dan paling nikmat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan beriktikaf pada malam-malamnya.

Iktikaf sejatinya merupakan proses pendakian spiritual melalui jalan sunyi di rumah Allah yang suci. Melalui iktikaf, kita dilatih untuk keluar dari zona nyaman (comfort zone), yaitu rumah tinggal kita masing-masing, dengan berdiam diri di rumah-Nya. Pesan utama dari meninggalkan zona nyaman adalah bahwa sebelum akhirnya diantar ke peristirahatan ter akhir, kita harus merasakan nikmat dan indahnya berdiam diri sambil beribadah di rumah-Nya. Sungguh iktikaf itu indah karena kita mengindahkan teladan Nabi SAW.

Indahnya iktikaf pada malam hari tecermin dalam kesucian hati untuk berniat mendatangi dan berdiam beberapa waktu lamanya di rumah Allah. Kesucian hati dan diri itu men jadi awal keindahan "bercengkerama" dengan Sang Kekasih, sembari me lepas segala kepenatan urusan duniawi yang tidak pernah mengenal kata selesai. Iktikaf itu menyegarkan hati dan pikiran dari segala hiruk pikuk orientasi duniawi yang mem bebani dan sering kali melupakan diri dari mengingat-Nya.

Jadi, hikmah iktikaf itu sungguh indah dijalani dan dijadikan sebagai gaya hidup setiap Muslim. Pertama, ikti kaf mendidik Muslim mencintai masjid. Kedua, iktikaf melatih disiplin dan khusyuk dalam beribadah kepada Allah karena niat dan tujuan utama berdiam diri di masjid adalah beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.

Ketiga, iktikaf merupakan sarana spiritual yang dapat melipatgandakan ketaatan dan amal kebaikan karena melalui iktikaf dapat memastikan amalan-amalan sunah. Keempat, iktikaf melatih kesabaran dalam menapaki jalan pencarian yang dapat mengantarkan Muslim menuju pintu gerbang Lailatul Qadar.

Kelima, iktikaf itu indah karena merupakan penyempurna perjuangan (mujahadah) dan perjalanan spiritual untuk menggapai ampunan dari Allah SWT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement