Jumat 24 May 2019 22:49 WIB

Menjaga Hati

Allah memerhatikan pada hati dan amal, bukan rupa dan kekayaan hamba-Nya

Susunan bunga berbentuk hati (ilustrasi)
Foto: ©wallpaper.com
Susunan bunga berbentuk hati (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: R Riatna

"Sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging. Apabila dia baik maka baiklah seluruh jasad. Tetapi, apabila dia rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, dia itu adalah hati." (Muttafaq alaih).

Baca Juga

Hati adalah unsur yang paling penting dalam ajaran Islam, bahwa yang dinilai dari urusan-urusan dalam masalah agama adalah intinya, bukan kulitnya; hakikatnya, bukan bentuknya, dan hatinya bukan badan atau lisannya. Dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda, ''Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk dan harta kalian, tetapi Dia melihat pada hati dan amal kalian.''

Adalah benar bahwa Allah memberikan ganjaran kepada setiap hambanya yang berniat melakukan kebajikan dan belum memberikan catatan keburukan pada orang yang hanya dalam hatinya berniat melakukan kejahatan. Tetapi, dalam tataran pelaksanaan hal demikian tidak berlaku lagi. Allah akan menilai apa yang diperbuatnya sebagai balasan dan bekal di hari kemudian, apalagi perbuatan tersebut menyangkut kebijakan kebanyakan manusia.

Dalam hal ini, orang tidak akan lagi menilai hati dari pelaku tapi bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat perbuatannya tersebut. Pernyataan-pernyataan yang membingungkan umat merupakan indikasi hati yang kotor, hati yang kering dari nilai-nilai ruhiyah serta jauh dari prinsip ajaran Islam yang sebenarnya.

Sahl bin Sa'ad ra berkata bahwa ada seorang lelaki lewat di hadapan Nabi saw. Lalu beliau bertanya pada sahabat yang duduk di sebelahnya, ''Apa pendapatmu tentang orang ini?'' Sahabat itu berkata, ''Seorang lelaki dari golongan terhormat. Demi Allah, orang ini sangat layak untuk dinikahkan jika dia melamar, dan diberi syafaat jika dia meminta syafaat.''

Rasulullah pun diam. Kemudian lewat lagi seorang laik-laki. Beliau kembali bertanya, ''Apa pendapatmu tentang orang ini?'' Sahabat itu berkata, ''Wahai Rasulullah, orang ini adalah salah seorang Muslim yang fakir. Dia ini layak untuk ditolak jika melamar, jika meminta syafaat tidak perlu diberi, dan jika berbicara layak untuk tidak didengarkan.'' Maka Rasulullah saw bersabda, ''Orang ini jauh lebih baik daripada orang yang tadi (yang pertama kali lewat).''

Gambaran di atas sangat jelas bahwa nilai seseorang bukan dari kebesaran lahirnya, bukan dari kekayaannya, bukan dari kemuliaan nasabnya, bukan dari kebagusan penampilannya, dan bukan pula dari kemasyhuran dan ketinggian kedudukan atau jabatannya di antara manusia. Akan tetapi, nilai mereka di sisi Allah adalah sebatas iman yang ada dalam hatinya, amal yang dibuahkan oleh iman tersebut dan keikhlasan mereka dalam beramal. Allah SWT berfirman: .... Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. (QS 49: 13).

Oleh karena itu sangat relevan, di saat kondisi ekonomi kita sekarang terpuruk dan belum menemukan titik pencerahan serta situasi politik yang terus memanas tidak terlihat titik terang terhadap penyelesaian setiap konflik yang terjadi, para elite politik kita secara bersama-sama melakukan muhasabah (introspeksi) diri dengan membuang jauh-jauh seluruh penyakit hati --ujub, kibir, riya, hasud, dan dengki-- demi kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia dan kemajuan pembangunan Indonesia di masa depan. Wallahu 'alam bish shawab.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement