Jumat 12 Apr 2019 22:29 WIB

Yang Terpenting dari Sebuah Niat

Sesungguhnya, tiap perbuatan tergantung niat.

Munajat (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Munajat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Suadi Putro

Sesungguhnya hakikat ibadah bukanlah formalitas yang berkaitan dengan penampakan lahir, melainkan sangat terkait dengan hati (qalb) dan keyakinan yang ada dalam jiwa. Karena itu, ibadah yang tidak dilandasi hati yang tulus ikhlas kepada Tuhan dan semata-mata sebagai gambaran-gambaran tak berjiwa, tidak ubahnya seperti seorang dungu yang berkata-kata tanpa makna. Ibn 'Atha' berkata, ''Amal itu bagaikan gambar, dan jiwanya adalah rasa ikhlas yang ada di dalamnya.''

Baca Juga

Niat yang tulus dan rasa ikhlas -- tanpa harus diucapkan -- terletak di dalam relung hati, dan terpancar dalam berbagai tindakan nyata yang berguna. Salat, misalnya, sebagaimana tertera dalam Surat Al-Ankabut 45, hanyalah merupakan kerangka tak bergerak jika tidak mampu membangkitkan hati nurani dan menanamkan ketundukan kepada-Nya, yang kemudian akan menjauhkan orang yang menjalankannya dari kekejian dan kemungkaran.

Sebagai tempat bersemayamnya niat yang tulus ikhlas, wajarlah jika hati, dalam ajaran Islam, merupakan dasar ke mana Tuhan melihat. Hati merupakan salah satu pengukur paling penting untuk menimbang amal, dan dengannya pula terkait ketakwaan seseorang. Nabi SAW bersabda, ''Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan bentukmu, tetapi Dia melihat kepada hatimu.'' (H.R. Muslim).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, yang penting bukanlah pelaksanaan ritual-ritual keagamaan, tetapi niat yang tulus dan hati yang ikhlas. Al-Hafidh al-Mundziri dalam bukunya At-Targhib wa at-Tarhib mencatat 11 hadis tentang keutamaan niat yang tulus, 13 hadis tentang keutamaan ikhlas, dan lebih dari 30 hadis tentang riya.

Kita sangat mengenal hadis yang berbunyi: ''Sesungguhnya amal itu (berdasarkan atas) niat, dan (balasan) setiap orang itu sesuai dengan apa yang diniatkannya.'' (H.R. Bukhari-Muslim). Sabda Nabi SAW juga: ''Barang siapa berperang dengan harapan (memperoleh) seekor unta, maka baginya hanyalah apa yang diniatkannya.'' (H.R. Nasai). Rasulullah SAW, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, juga pernah menjelaskan tentang seseorang yang ingin bederma, tetapi ia salah memberikan dermanya.

Tanpa keinginan gembar-gembor dan supaya tidak diketahui oleh orang lain, di malam gelap ia memberikannya kepada orang yang tidak berhak: seorang pencuri, seorang pelacur, dan seorang kaya raya. Namun karena niatnya yang suci dan keikhlasannya, kata Nabi SAW, dermanya itu tidak sia-sia.

Dalam tidur, orang itu mendengar suara berkata: Derma untuk pencuri, mudah-mudahan ia terhenti dari pekerjaannya mencuri; untuk pelacur, mudah-mudahan ia berhenti dari perbuatannya berzina; dan untuk si kaya, semoga ia mengambil pelajaran sehingga menafkahkan pemberiaan Allah SWT kepadanya. Demikianlah, keikhlasan dan niat yang suci merupakan satu pengukur diterimanya setiap amal yang saleh serta menjadi sumber segala kebajikan.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement