Ahad 07 Apr 2019 04:04 WIB

Penangkal Dengki

Salah satu sifat tercela dan sangat berbahaya menurut Islam adalah dengki.

Dengki (ilustrasi)
Foto: cover buku mizan
Dengki (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Muhbib Abdul Wahab

JAKARTA — Salah satu sifat tercela dan sangat berbahaya menurut Islam adalah dengki (hasad). Penyakit dengki tidak hanya buruk bagi pelakunya, tetapi juga berbahaya bagi orang lain. Bagi pelakunya, penyakit dengki melahirkan sikap iri hati dan benci terhadap orang yang menjadi objek kedengkiannya

Jiwa pendengki itu selalu menderita dan resah karena tidak pernah merasa bahagia ketika melihat orang lain bahagia. Pendengki juga sering kali gagal mensyukuri nikmat Allah karena nikmat yang didapat orang lain itu, menurutnya, lebih pantas diterimanya. Pendengki cenderung egois karena merasa dirinyalah yang paling pantas mendapat kenikmatan

Dengki sangat berbahaya bagi sang pelaku karena dapat menghanguskan amal kebaikan. Nabi SAW bersabda, "Hasad itu melahap semua kebaikan, sebagaimana api melahap kayu bakar. Sedangkan, sedekah itu memadamkan dosa, sebagaimana air memadamkan api" (HR Ibn Majah). Sejarah membuktikan bahwa karena dengki, putra Nabi Adam AS, Qabil, tega membunuh saudaranya kembarnya, Habil, lantaran kurbannya tidak diterima oleh Allah SWT. (QS al-Ma'idah [5]: 30).

Sebagai akhlak tercela, dengki dapat menjerumuskan pelaku kepada perbuatan yang lebih hina dan tidak berperikemanusiaan. Misalnya, pendengki dapat saja memusuhi bahkan membunuh orang lain yang menjadi rivalnya. Pendengki selalu tidak rela dan tidak senang melihat orang lain senang, sebaliknya pendengki senang melihat orang lain susah dan menderita. Seolah-olah kenikmatan dan kebahagiaan itu hanya miliknya sendiri.

Dengki merupakan senjata yang sering digunakan setan untuk memprovokasi manusia agar saling bermusuhan, membenci, dan mendendam satu sama lain. Permusuhan karena dengki tidak jarang  melibatkan "kekuatan tertentu", misalnya, dukun santet atau tukang teluh untuk menyerang dan menghabisi lawan bisnis atau politik yang didengkinya.

Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyyah, pilar kekufuran itu ada empat, yaitu takabur (sombong, arogan), dengki, marah, dan syahwat. Takabur menghalangi pelakunya bersikap patuh. Dengki menyebabkan tidak mau menerima dan memberi nasihat. Marah menjadi penyebab berlaku tidak adil. Sedangkan, syahwat menjadi penghalang fokus dalam beribadah.

Menurut al-Mawardi, penyebab penyakit dengki itu ada tiga, yaitu kebencian, ketidakberdayaan, dan kemurkaan. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT dari kejahatan pendengki. Sedemikian bahayanya hingga kejahatan pendengki itu diparalelkan dengan kejahatan tukang sihir dan kejahatan yang biasa dilakukan di malam hari.

Menurut Ibn Qayyim, ada 10 tips penangkal bahaya dengki dan para pendengki. Pertama, memohon perlindungan kepada Allah, antara lain, dengan membaca surat al-Falaq tersebut sebelum tidur. Kedua, bertakwa kepada-Nya dengan senantiasa melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Ketiga, bersabar dalam menghadapi pendengki dengan tidak mengeluh. Keempat, bertawakal kepada Allah dengan menyerahkan segala persoalan, termasuk perbuatan pendengki, kepada-Nya. Kelima, mengosongkan hati dan pikiran dari sifat dengki.

Keenam, selalu menerima ketetapan Allah dengan ikhlas dan menjadikan cinta dan ridha-Nya di atas segala-galanya. Ketujuh, bertaubat hanya kepada Allah dari segala dosa. Kedelapan, memperbanyak sedekah dan berbuat baik (ihsan) semaksimal mungkin. Kesembilan, memadamkan api dengki dengan berbuat baik kepada sang pendengki.

Ke-10, memurnikan tauhid dengan senantiasa meyakini bahwa yang dapat mendatangkan manfaat dan bahaya hanyalah Allah SWT. Di atas semua itu, hasad negatif tersebut perlu ditransformasi menjadi hasad positif berupa iri hati yang konstruktif dan futuristik seperti iri hati terhadap kedermawanan, kealiman, kebajikan, dan keadilan orang lain.

Abdullah bin Mas'ud RA meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada kedengkian (iri hati) kecuali dalam dua perkara; seseorang yang dikaruniai Allah harta kekayaan kemudian ia habiskan dalam jalan kebenaran dan seseorang yang dikaruniai Allah hikmah (ilmu) lalu ia mengamalkannya." (HR Ibn Majah). 

sumber : Hikmah Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement