Ahad 17 Jun 2018 06:15 WIB

Kekuatan Doa

Allah SWT menjanjikan untuk mengijabah doa-doa hamba-Nya.

Berdoa Ilustrasi
Foto: Antara
Berdoa Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Nasarudin Umar

Dalam sebuah hadis Nabi dijelaskan, “Doa adalah jantung ibadah.” Usaha kita di dalam berdoa, selain berharap pengabulan, juga sebagai ibadah. Doa adalah bukti dan sekaligus pernyataan kelemahan diri kita kepada-Nya.

Orang yang malas berdoa menunjukkan keangkuhannya sebagai hamba, seolah-olah ia tidak membutuhkan bantuan Tuhan. Orang yang arif selalu berdoa, meskipun tujuan utamanya bukan  apa yang didoakan, tetapi sebagai wujud kebergantungan kepada Tuhannya.

Allah SWT menjanjikan untuk mengijabah doa-doa hamba-Nya. Kalangan arifin (orang-orang arif) yang berdoa lebih banyak menyatakan munajat ketimbang permohonannya. Munajat ialah pernyataan kelemahan diri di hadapan Tuhannya.

Ia selalu merasa malu berdoa untuk hal-hal yang bersifat kebutuhan biologis. Ia juga selalu khawatir jangan sampai doanya didikte hawa nafsu. Unsur terpenting di dalam doanya ialah permohonan agar Tuhan mau menerima kehadiran dan mau “merangkul” dirinya.

Itulah sebabnya, panjang doa para arifin sesungguhnya bukan doa, tetapi munajat, yaitu pengagungan diri Tuhan dan penghinaan atau perendahan dirinya sebagai hamba. Mereka sangat berhati-hati jika doanya makbul.

Karena, boleh jadi, sebuah doa diterima, tetapi berarti penolakan dirinya terhadap-Nya. Sebaliknya, ia lega jika doanya ditolak karena boleh jadi penolakan doa berarti penerimaan dirinya oleh Tuhannya.

Maksudnya, mungkin Tuhan mengabulkan doa kita, tetapi kita dibiarkan hanyut sendiri bersama hasil doa yang diberikan Tuhan kepada kita. Akhirnya, kita berjarak dan semakin jauh dengan Tuhan.

Persis, seperti tukang minta-minta di depan pintu yang tidak akan pergi sebelum diberi dan akhirnya terpaksa diberi dengan harapan ia cepat pergi. Ini jenis pemberian tanpa diiringi cinta dan berkah. Penolakan doa bisa jadi berarti penerimaan diri kita kepada-Nya.

Artinya, Tuhan Maha Tahu apa yang didoakan itu bermanfaat atau tidak bagi kita. Jika Allah menganggap jenis permohonan kita justru akan membahayakan, terutama menjauhkan kita dengan-Nya, maka Tuhan mengenyampingkan materi doa itu.

Persis seperti seorang anak kecil yang meminta mainan berupa gelas kaca atau pisau kepada ibunya. Penolakan permintaan itu bukan berarti tidak cinta, tetapi sebaliknya, karena sang ibu mencintai anaknya.

Kita tidak boleh salah paham terhadap Tuhan dengan penolakan doa. Kita juga tidak boleh berpuas diri dengan pengabulan doa kita. Boleh jadi, rezeki Allah turunkan ke bumi bersama kita, tetapi tidak lagi pernah naik ke atas bersama-Nya.

Sebaliknya, penolakan doa bisa berarti Tuhan ingin mengangkat diri kita ke hadirat-Nya dan sekaligus memperlihatkan betapa banyak yang jauh lebih indah dan lebih baik di sana yang tidak pernah kita minta.

Bagi orang-orang yang sudah naik ke atas tidak perlu lagi rezeki dan anugerah lainnya. Seolah-olah, ia melihat alangkah kecilnya pemohonan manusia dibanding dengan sesuatu yang diperoleh di sana.

Bahkan, ia berkata,“Ambil saja surga itu. Aku tidak memerlukan surga itu karena aku sudah bersama dengan Sang Pencipta surga”. Seolah-olah, surga dan neraka menjadi urusan orang awam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement