Jumat 21 Dec 2018 16:48 WIB

Ibu, Maafkan Anakmu

Begitu tinggi kemuliaan seorang ibu

Ibu dengan anaknya/ilustrasi.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ibu dengan anaknya/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Hasan Basri Tanjung

Suatu hari, Baginda Nabi SAW bercengkerama dengan para sahabat, lalu datanglah seseorang dan bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?" Beliau menjawab, "Ibumu." "Kepada siapa lagi?" "Ibu mu," tegas Nabi. "Lalu kepada siapa?" Nabi SAW meyakinkan, "Ibu mu." "Kepada siapa lagi?" Beliau bersabda, "Kemudian kepada ayah mu" (HR Bukhari).

Sedemikian tingginya kemuliaan seorang ibu, sampai junjungan kita mengulangi tiga kali sebagai isyarat besarnya hak untuk mendapat pengabdian dari anaknya. Dialog singkat itu membawa saya ke masa lampau ketika baru lulus SD di awal tahun 80-an.

Ketika itu, almarhumah Mak pernah berpesan, "Nak, aku masukkan kau ke madrasah agar suatu hari nanti bisa menjadi imam shalat jenazah. Aku ingin sekali kau yang menjadi imam shalat jenazahku." Harapan itu terpatri dalam hati dan teringat selalu di setiap waktu. Setelah tamat madrasah tsanawiyah dan aliyah, rasanya sudah siap menjadi imam shalat jenazah. Rupanya, Mak masih diberikan umur walaupun menderita sakit berkepanjangan.

Ketika hendak melanjutkan kuliah ke Jakarta, jarak dan waktu sedemikan jauh dan lama serta komunikasi yang sulit, kekhawatiran pun berkecamuk. Sebelum berangkat dari kampung, Mak masih berharap agar saya bisa menjadi imam shalat jenazahnya. Hingga lulus kuliah, Mak masih diberi umur panjang meski penyakitnya semakin parah. Saya sempatkan pulang kampung walau harus menempuh perjalanan dua hari tiga malam. Setelah dua minggu membersamainya, Allah SWT masih memberinya umur walau hanya berbaring lemah di tempat itidur yang lusuh.

Tak lama setelah kembali ke perantauan, sampailah kabar bahwa Mak sudah kritis. Namun, karena akad nikah yang tinggal beberapa hari lagi, tentu saja tidak bisa pulang lagi hingga ajal menjemput, apalagi menjadi imam shalat jenazahnya. Pada keheningan malam, saya merintih dalam munajat, "Ya Allah, maafkan hamba yang tak sempat berbakti. Ampunilah segala dosa dan terima amal kebajikan Mak, aamiin."

Siapa pun yang masih dikaruniai seorang ibu maka berbaktilah agar mereka bahagia. Sebab, tiada keramat yang paling mustajab doanya, pintu keberkahan rezeki dan pembuka jalan ke surga, selain ibu. Siapa yang mengabaikan orang tua, terutama ibu, maka ia pasti merugi dunia akhirat (HR Muslim). Bagi kita yang sudah dikaruniakan anak, bisa merasakan betapa beratnya membesarkan mereka.

Kiranya, kisah Uwais bin Amir yang rela menggendong ibunya untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dari negeri yang jauh, cukuplah menjadi renungan berharga. Nabi SAW berpesan kepada Umar bin Khattab, jika suatu hari bertemu dengannya maka mintalah doa ampunan (HR Muslim). Selamat Hari Ibu, 22 Desember 2018. Semoga Allah kumpulkan mereka kelak bersama para Nabi dan orang saleh aamiin. Allahu a'lam bish-shawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement