Jumat 26 Oct 2018 16:15 WIB

Harga Sebuah Keangkuhan

Sejarah sering kali berulang. Walaupun dalam bentuk yang berbeda, esensinya sama.

sombong,angkuh,menang sendiri  (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
sombong,angkuh,menang sendiri (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hasan Basri Tanjung

Sejatinya, setiap peristiwa yang terjadi mengandung hikmah (pelajaran). Karena itu pula, kita diperintahkan membaca sejarah dan berkaca ke masa silam untuk menata kehidupan yang lebih baik pada masa depan.Apalagi, jika kisah itu termuat di dalam Alquran dan hadis Nabi SAW, tentulah tak patut diragukan.

Sejarah sering kali berulang. Walaupun dalam bentuk yang berbeda, esensinya tetap sama. Jika kita tak pandai mengambil pelajaran, sejarah akan terulang kembali.

Sebuah kisah inspiratif dinukil pakar tafsir Prof M Quraish Shihab dalam buku Yang Bijak dari M Quraish Shihab(2014:200). Syahdan, seorang kaya dengan pakaian indah dan bersih menghadiri majelis Nabi SAW dan duduk di samping beliau. Kemudian, datang seorang miskin dengan pakaian sederhana, lalu duduk di samping si kaya. Serta- merta ia menarik ujung bajunya agar tidak tersentuh oleh pakaian si miskin.

Nabi SAW bertanya kepada si kaya, Engkau menarik bajumu! Apakah karena khawatir kemiskinannya menimpamu? Dia menjawab, Tidak, wahai Nabi. Apakah engkau khawatir kekayaanmu berpindah kepadanya? Tidak, wahai Nabi.

Apakah engkau khawatir kotoran bajunya mengenai bajumu? Tidak, wahai Nabi.

Jika demikian, mengapa engkau menarik bajumu? Ada qarin(setan) berbisik ke dalam benakku. Dia memperindah yang buruk dan memperburuk yang indah. Keburukanku kepadanya akan aku bayar dengan setengah hartaku.

Lalu, Nabi SAW menoleh kepada si miskin, Bersediakah engkau menerima setengah harta saudaramu ini? Aku tidak bersedia. Mengapa? desak Nabi SAW. Saya khawatir qarin berbisik pula padaku apa yang dibisikkan kepadanya.

Pesan yang semakna juga diterima dari Ibnu Majah, yakni ketika pemuka Quraish meminta Nabi SAW membuat majelis eksklusif yang tidak bercampur dengan orang miskin. Sahabat seperti Bilal dan `Ammar yang hadir ketika itu tentu merasa diremehkan. Beliau menilai usulan itu sebagai kesempatan berdakwah kepada elite Quraish.

Namun, justru kejadian ini menjadi sebab turunnya surat al-An'am ayat 52 sebagai teguran terhadap sikap Nabi SAW agar jangan diskriminatif dalam dakwah Islam.

Nabi pernah berpesan, "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan." Lalu seorang laki-laki bertanya, Sungguh seseorang menyukai baju dan sandal yang bagus (apakah termasuk kesom bong an)? Beliau menjawab, Se sung guhnya Allah itu Mahain dah dan menyukai keindahan.Kesombongan itu menolak kebenaran dan meremehkan manusia. (HR Muslim).

Kisah ini memberi pelajaran berharga bagi orang tua dalam menguatkan pendidikan karakter anak. Pertama, menyenangi harta, perhiasan, dan aksesori apa pun merupakan naluriah manusia sehingga meraihnya bukanlah keburukan (QS 3:14). Kedua, orang kaya dan berkuasa cenderung angkuh, bangga diri, dan zalim.Padahal, kekayaan hanya akan bermakna jika dibalut kedermawanan dan ketawadhuan (QS 14:34, 27:36). Ketiga, kekayaan dan kemiskinan bukanlah ukuran kemuliaan seseorang, melainkan ketakwaannya (QS 49:13).

Akhirnya, jangan angkuh di depan orang yang rendah hati, nanti engkau dipermalukan. Jangan pula rendah hati di depan orang angkuh, nanti engkau dihinakan. Duduklah bersama orang-orang miskin, tetapi bukan pencitraan demi meraup suara jelang pemilu. Allahu a'lam bish-shawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement