Jumat 29 Jun 2018 11:14 WIB

Mengendalikan Amarah

Rasulullah SAW mengingatkan agar berusaha mengendalikan emosi dan amarah.

Hindari hal-hal yang dapat memancing amarah (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Hindari hal-hal yang dapat memancing amarah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, OLEH MUSLIMIN

Kemarahan dapat muncul dalam situasi dan kondisi apa pun pada diri seseorang. Ketika kemarahan membuncah pada diri seseorang, segala sifat buruk yang ada dalam dirinya akan sangat sulit dikendalikan.

Rasa malu pun berganti dengan segala sifat buruk demi melampiaskan kemarahan pada benda, hewan, dan orang-orang yang ada di sekitarnya.Sebaiknya, jika seseorang berada pada situasi amarah memuncak segera hilangkan atau salurkan pada hal-hal yang tidak melanggar perintah Allah dan tidak merugikan orang lain.

Keburukan amarah yang berlebihan itu tergambar ketika Rasulullah SAW dan para sahabatnya sedang duduk-dukuk bersama. Selang beberapa waktu kemudian, datanglah seorang laki- laki yang tanpa sebab memaki-maki Abu Bakar.Namun, Abu Bakar hanya diam dan berusaha tenang.

Ketika sampai pada cacian yang ketiga, Abu Bakar bereaksi dengan menampakkan kemarahannya kepada laki-laki itu. Rasulullah pun lalu berdiri. Kemudian, Abu Bakar bertanya kepada Rasulullah SAW, Apa pendapatmu tentang aku?Beliau menjawab, Malaikat turun dari langit dan mendustakan setiap yang dikatakan orang ini kepadamu, tetapi engkau memberikan reaksi, malaikat itu pun pergi dan kemudian diganti dengan kehadiran setan. (HR Abu Bukhari dan Dawud).

Melalui cuplikan hadis di atas, Rasulullah SAW mengingatkan para sahabat dan pengikutnya agar berusaha mengendalikan emosi, amarah, dan kebencian yang berkepanjangan. Sebab, karakteristik Muslim sesungguhnya itu adalah mereka yang mampu memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain, ramah kepada orang yang sombong dan angkuh, santun kepada orang fasik, sabar kepada orang yang mencela, dan bermurah hati kepada orang yang menyakiti.

Termasuk berbakti kepada saudara-saudaranya dan mencintai saudara-saudaranya. Sebagaimana yang digambarkan Allah SWT, Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, apabila mereka marah, mereka memberi maaf. (QS as-Syura [42]: 37).

Karakteristik umat Islam itu juga melekat pada pribadi Nabi Yusuf AS. Meskipun Nabi Yusuf pernah dibuang oleh saudara-saudara tirinya ke dalam sebuah sumur yang dapat mengakibatkan kematian dirinya, ketika bertemu kembali dengan saudara- saudaranya, yang kala itu Nabi Yusuf sudah menjadi pejabat yang terpandang di Mesir, beliau tidak mengumbar amarah kepada saudara-saudaranya itu.

Nabi Yusuf justru memaafkan kesalahan mereka dengan memberikan pertolongan kepada saudara-saudaranya yang dhuafa itu. Padahal, saudara-saudaranya itu pernah berlaku tidak manusiawi terhadap Nabi Yusuf.

Kepribadian memaafkan Nabi Yusuf ini senapas dengan yang diperintahkan Allah SWT, Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. (QS Ali- Imran [3]: 133-134).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement