Jumat 12 Jan 2018 15:21 WIB

Teman Anak Kita

(Ilustrasi) Seorang ibu memegang wajah anaknya yang menangis ketika berbelanja di Seoul, Korea Selatan.
Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji
(Ilustrasi) Seorang ibu memegang wajah anaknya yang menangis ketika berbelanja di Seoul, Korea Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hasan Basri Tanjung

Seorang ayah menyampaikan keluhan akan perilaku anaknya setelah lulus dari SMP IT Dinamika Umat kepada saya. Dengan linangan air mata, ia ceritakan sikap anaknya yang kurang baik kepada orang tua. Shalat fardhu dan baca Alquran sering ditinggalkan. Pulang sekolah berkumpul dengan temannya dan baru tiba di rumah menjelang Maghrib.

Jika ditegur selalu banyak alasan dan kadang membentak. Perangai buruk teman dan media sosial yang tidak mendidik sudah menyasar anaknya. Pesan saya agar pengawasan dan adab dalam keluarga dikuatkan, seraya mohon pertolongan Sang Pemilik anak, Allah SWT.

Akhir-akhir ini, kejahatan dan penyimpangan seksual pun kembali marak terjadi. Anak-anak yang mestinya mendapat perlindungan negara dan orang tua menjadi korban. Pada pengujung 2017 lalu, pedofilia dilakukan oleh Babeh (49 tahun) yang telah menyodomi 41 anak di Rajeg, Tangerang. Kasus terbaru yang menggemparkan adalah video porno seorang anak usia SD dengan wanita dewasa di Bandung.

Pakar psikologi pendidikan, Robert E Slavin, mengatakan besarnya pengaruh teman sebaya. Sebab, teman adalah sahabat untuk bergembira dan melakukan sesuatu. Mereka sebagai sumber daya emosional dan memberi rasa aman ketika muncul persoalan keluarga. Juga, menjadi sumber kognitif ketika menumbuhkan kemampuan intelektual anak. Karena itu, orang tua wajib tahu siapa teman anaknya di luar rumah. Jika pergi, ia bersama siapa, ke mana, melakukan apa, dan kembali pukul berapa? Nabi Muhammad SAW berpesan, "Seseorang itu mengikuti agama teman bergaulnya. Maka, hendaklah melihat siapa temannya" (HR Abu Daud 4833).

Ketika teman suka baca buku, rajin ke masjid dan menolong sesama, maka ia pun akan mengikutinya. Sebaliknya, jika teman suka tawuran, mabuk, narkoba, seks bebas, dan LGBT, maka ia pun akan hidup dalam nestapa. Betapa besar pengaruh kawan dalam beragama dan salah berkawan akan menyesal selamanya (QS 25:28). Demikian Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar.

Nabi SAW mengibaratkan teman bergaul seperti penjual minyak kasturi dan pandai besi. Jika berteman dengan penjual minyak wangi akan dapat harumnya. Jika berteman dengan pandai besi dapat panas dan baunya (HR Bukhari 1995). Dari nasihat ini, teman anak kita ada dua macam, yakni:

Pertama, teman yang baik (al-jaliis as-shaleh). Seorang teman yang baik akan menularkan energi postif dan konstruktif. Menguatkan di saat lemah dan mengingatkan di waktu lengah.

Mahfudzat menyebutkan, "Khairu al-ashaabi man yadulluka 'ala al-khair" (sebaik-baik teman adalah yang menunjukkanmu pada kebaikan). Teman yang baik akan senang melihat kita senang dan susah ketika melihat kita susah (QS 4:69).

Kedua, teman yang buruk (al-jaliis as-suu`). Teman yang buruk akan menularkan energi negatif dan destruktif. Melemahkan semangat untuk kebaikan dan mengajak kita berbuat kemaksiatan. Kata, sikap, dan perbuatannya jauh dari jalan kebenaran dan kebaikan. Teman yang buruk juga akan senang melihat kita susah atau berdosa dan susah jika melihat kita senang atau taat (QS 4:38).

Akhirnya, kembali kepada orang tua sebagai pemimpin dan guru utama seorang anak. Orang tua wajib melindungi keluarga dari pengaruh lingkungan yang rusak (QS 66:6). Jika tidak, kita akan kehilangan penyejuk mata dan perhiasan hidup.

Negeri ini pun akan kehilangan pemimpin bangsa masa depan. Agama ini juga akan kehilangan kader ulama yang akan melanjutkan risalah kenabian di muka bumi. Allahu a'lam bishawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement