Selasa 22 Sep 2015 10:08 WIB

Khair al-Usrah

Keluarga sakinah (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Keluarga sakinah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz H Hasan Basri Tanjung, MA

Pendidikan dalam Islam bukan hanya dimulai dari anak usia dini, tetapi selagi masih dalam kandungan, bahkan sewaktu memilih pasangan hidup pun telah berproses hingga akhir hayat.

Proses pembelajaran anak  ditopang  oleh  empat pilar pendidikan yakni : Pertama; al-madrasah al-uula (sekolah pertama dan utama), yakni keluarga. Kedua; al-madrasah al-tsaaniah (sekolah kedua) yakni lembaga pendidikan formal (sekolah).

Ketiga; al-madrasah al-tsaalitsah (sekolah ketiga) yakni lembaga-lembaga sosial, pemerintah, tokoh agama dan masyarakat, politisi, artis. Keempat; al-madrasah al-raabi’ah (sekolah keempat) yakni media massa dalam segala jenisnya.  

Pilar paling penting dalam pendidikan adalah lembaga keluarga (usrah). Oleh karena itulah agama menekankan pentingnya menata keluarga yang utuh dan kuat agar menjadi keluarga terbaik (khair al-usrah).

Khair al-usrah hanya mungkin terbentuk jika ayah dan ibu juga pribadi-pribadi terbaik (khair al-bariyyah, [QS.98:7-8]).

Dua insan terbaik itulah berpadu dalam ikatan cinta yang berakar pada tauhid, berbatang dahan pada syariat, berdaun dan berbuah pada akhlak (adab). Kedua orang tualah yang akan menjadi pemimpin sekaligus Guru kehidupan bagi anak-anak.

 

Allah SWT memberikan otoritas kepada orang tua membentuk anak sesuai kemauannya. “Setiap anak itu dilahirkan fitrah (suci, bersih). Lalu, kedua orang tua yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari Muslim).

Jangan sampai salah asuh, salah didik, salah sekolah dan salah teman. Bibit yang unggul sekali pun, jika ditanam di atas tanah gersang, tak disirami air dan pupuk, tak dijaga dan dirawat, akan tumbuh kerdil. Kewajiban orang tua menjaganya dari segala petaka dan derita (neraka), baik duniawi maupun ukhrawi (QS.66:6)

 

Anak itu juga dipengaruh oleh lingkungan. Jika temannya baik ia ikut baik. Jika temannya buruk, ia pun ikut buruk. Tidak sedikit yang terjerat narkoba, tawuran, pornografi, seks bebas, dan kekerasan seksual, karena pengaruh teman.

Kekerasan seksual terhadap 20 anak di bawah umur di Jakarta Utara pekan lalu harus jadi i’tibar. Pelakunya ternyata pernah menjadi korban sodomi. Nabi SAW.  mengingatkan; “al-mar`u ‘ala diini khaliilhi, fa al-yandzuru ahadukum man yukhaalil” Artinya, seseorang itu akan mengikuti agama temannya, maka hendaklah memperhatikan siapa teman bergaulnya. (HR. Abu Daud).

Setiap musim Haji dan Hari Raya Idul Adha, kita selalu diingatkan pada napak tilas keluarga Nabi Ibrahim as (QS.3:33). Khalilullah yang berjuang mencari Tuhan ini (QS.6:75-79) adalah nenek moyang Nabi Muhammad SAW dari anaknya Ismail as. dan Nabi-Nabi Bani Israil dari anaknya Ishak as.

Keluarga Nabi Ibrahim as adalah model keluarga yang dibangun dalam bingkai tauhid dan kecintaan kepada Allah SWT. Figur ayah dan ibu (Siti Hajar) yang beriman, sabar dan tawakkal, telah melahirkan anak yang saleh dan sabar pula, yakni Nabi Ismail As. (QS,37:100-102).

Itulah peran seorang pendidik sejati dalam menanamkan akidah tauhid, syariat dan berbakti kepada orang tua dan mencintai sesama manusia (akhlak karimah).

Ibrahim as. pun mewasiatkan Islam kepada anak turunannya (QS.2:130133). Hatta, keluarga Ibrahim as  disandingkan dengan kemuliaan keluarga Nabi Muhammad SAW dalam shalawat Nabi.

Sejatinya, orang tua bekerja keras mencai nafkah untuk membangun keluarga berkualitas dalam iman, ilmu, amal dan adab (khair al usrah). Nabi SAW berpesan, “khairukum khairukum li ahlihi, wa anaa khairukum li ahlii Artinya, sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Aku adalah orang terbaik diantara kalian terhadap keluargaku. (HR. At-Tirmidzi).

 

Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, dalam sebuah tulisan Refleksi di Republika (7/6/2015), menekankan perlunya keluarga dikokohkan dengan Al-Quran.

Keluarga bukan sekadar tempat berkumpulnya orang-orang yang terikat pernikahan maupun keturunan, tetapi mempunyai fungsi yang luas termasuk internalisasi nilai-nilai positif.

Keluarga adalah pondasi masyarakat dan negara.  Kalau begitu, back to family (kembali kepada keluarga), agar rumah kita menjadi surga duniawi (baitii jannatii). Insya Allah. Allahu a’lam bish-shawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement