Rabu 06 Jul 2011 00:43 WIB

Memahami Skenario Illahi

Ilustrasi
Foto: elmudunya.wordpress.com
Ilustrasi

Oleh : Agustiar Nur Akbar

Hidup ini tak ubahnya seperti sebuah drama atau sandiwara. Setiap orang mempunyai perannya masing-masing. Setiap dari peran itu mempunyai konskuensi tersendiri. Namun terkadang dalam waktu tertentu seolah kita berada di bangku penonton menyaksikan drama tersebut. Sehingga kita bisa menilai, memprotes, dan mengkiritik  atas perbuatan dari lakon tertentu dan alur ceritanya. Sementara ketika kita menjadi dari lakon itu sendiri. Kita hanya menjalankan peran yang ada, tanpa bisa menilai, mengkritik dan memprotes.

Allah SWT mempunyai kuasa penuh atas adegan-adegan hamba-Nya dalam setiap episode kehidupan ini. Setiap lakon mendapat perannya masing-masing. Kesemuanya menjadi satu pertunjukan yang sempurna. Bagai sebuah mata rantai kehidupan. Dalam drama manusia lakon tidak mempunyai pilihan. Ia sudah terkunci oleh plot cerita. Terpaku pada skript naskah.

 

 

Sedangkan dalam drama Illahi lakon [baca manusia] mempunyai kebebasan. Lakon diberi kewenangan dalam menentukan perannya. Bahkan tuk menjadikan dirinya pemeran utama pun, diperbolehkan. Allah SWT hanya memberikan garis besar alur cerita dan konskuensi setiap peran yang dipilih dan dimainkannya.

Seringkali kita merasa tidak puas dengan suatu keadaan, atau suatu adegan dalam episode hidup ini. Kita mempertanyakan keadilan Sang Illahi. Bahkan kita sering menuduh bahwasanya Allah SWT, Dzat Yang Maha Sempurna dan Adil, berlaku tidak adil kepada kita. Allah SWT telah mencelakakan atau menyia-nyiakan kita.

Sesungguhnya hal itu tidaklah mungkin terjadi. Bahkan Allah SWT berlaku sangat baik dan royal kepada kita. “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar”. ( Q.S An Nisa [4] : 40 ). Sesungguhnya kitalah yang menganiaya diri kita sendiri. Lihat Ali Imran : 182,  Al Anfal : 51, At Taubah : 70, Hud : 101.

Kita juga sering terburu-buru untuk menghakimi Allah SWT. Ketika Allah SWT memberikan sesuatu yang menurut kita buruk.

Sesuatu yang dengan pikiran sesaat kita tidak menyukainya. Namun ketahuilah! Dengan bersabar sejenak, kita akan sangat berterimkasih kepada Allah SWT. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (Q.S Al Baqarah [2] : 216).

Tak jarang kita bersedih karena suatu hal dan dalam sekejap kita tertawa karena hal lainnya. Allah selalu mempunyai rencana sempurna untuk membuat hambanya tersenyum bahagia pada akhirnya.

Ada isyarat-isyarat yang dapat ditangkap dalam memahami kesempurnaan skenario Allah SWT. Setiap kejadian yang kita alami disekitar kita. Berhubungan dengan apa yang akan terjadi selanjutnya kepada kita.

Gambaran sederhananya, Allah SWT akan memberikan rambu-rambu pada hidup kita. Jika tujuan kita itu baik untuk kita, maka Allah SWT akan membimbing melalui jalan terbaik. Jika tujuan itu tidak baik untuk kita, Allah akan memberikan rambu-rambu agar kita tidak melanjutkannya.

Cermatilah! Setiap isyarat yang diberikan Allah. Bersabarlah sejenak! Kemudian cerna dengan hati nurani yang bersih dan pikiran yang jernih. Maka kita akan mendapatkan kesempurnaan takdir-Nya. Kita akan merasakan cinta dan kasih sayang-Nya. Wallahu a’lam bish-shawab.

Penulis adalah mahasiswa Indonesia yang kini tengah menimba ilmu di Kairo, Mesir.

 

 

_____________________________________________________

 Anda ingin BERSEDEKAH pengetahuan dan kebaikan? Mari berbagi hikmah dengan pembaca Republika Online. Kirim naskah Anda melalui [email protected].  Rubrik ini adalah forum dari dan untuk sidang pembaca sekalian, tidak disediakan imbalan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement