Rabu 09 Jan 2019 04:56 WIB

Tiga Langkah Wujudkan Keluarga Harmonis Ala Islam

Tujuan berkeluarga adalah mewujudkan sakinah, mawaddah, rahmah, dan amanah.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Pasangan pengantin bersiap mengikuti nikah massal di Thamrin Park Ride, Jakarta, Senin (31/12/2018).
Foto:
Sejumlah pengantin antre untuk menaiki panser milik TNI AD untuk mengikuti arak-arakan pernikahan massal yang diadakan di Istora Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (28/1). (Republika/Raisan Al Farisi)

Langkah ketiga dari uraiannya adalah menjadikan keluarga sebagai kiblat. Di dalamnya, suami dan istri menyemaikan dan mengabadikan nilai-nilai Ilahiyah serta melestarikan fitrah kemanusiaan yang autentik.

“Ibarat mendirikan shalat, menghadaplah ke kiblat. Jika tidak begitu, shalat pun tidak sah. Demikian pula dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari. Apa pun yang suami atau istri lakukan, di manapun, dan kapan pun, jadikanlah keluarga dan rumah tangga sebagai titik sentral navigasi kehidupan, sebagai kompas yang memandu di tengah samudera luas tak bertepi kehidupan,” ujarnya.

Di samping itu, tentu saja suami dan istri hendaknya menjalankan kewajiban masing-masing, serta menerima haknya.

Di antara kewajiban suami adalah menjadi pemimpin bagi keluarga, menjaga agama istri dan keluarga, memuliakan, menggauli, dan mendidik istri secara baik, menafkahi istri dan keluarga sesuai dengan kemampuan, serta menjaga sikap cemburu sekaligus kepedulian (ghayyur) terhadap istri dan keluarga.

“Lawan dari sikap ghayyur adalah dayyuts, sebagaimana peringatan Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Abu Dawud, ‘Tidak akan masuk surga seorang suami yang dayyuts (tidak memiliki kepedulian dan rasa cemburu terhadap kemunkaran dan maksiat),” sebut Ustaz Fathurrahman.

Adapun di antara kewajiban istri, yakni menjadi makmum yang baik bagi suaminya, taat di dalam kebaikan, menjaga kehormatan diri dan kemuliaan anak-anaknya, amanah dalam mengurus harta suami, dan tidak memperkenankan seseorang masuk ke dalam rumah atau menerima tamu kecuali atas izin suami.

“Namun jika ia (istri) mengetahui bahwa suaminya ridha dengan kedatangan tamu tersebut, tentu tidak apa-apa, dengan catatan bahwa tamu tersebut termasuk orang yang secara hukum syariat boleh menemuinya (mahram),” jelasnya.

Dalam Islam, kaum perempuan dilindungi hak-haknya. Perceraian memang dibolehkan selama ditopang dengan alasan yang kuat dan selaras dengan hukum syariat. Bagaimanapun, hal itu sesungguhnya tidak disukai Allah SWT.

“Termasuk bagian menjaga kehormatan diri ialah berupaya menjaga keutuhan rumah tangga dan tidak menuntut cerai dengan alasan yang mengada-ada, tidak realistis, serta tidak dibenarkan oleh syariat. Nabi SAW menegaskan, ‘Seorang perempuan yang minta diceraikan (talak) kepada suaminya, padahal tidak ada masalah yang memberatkannya, maka dia tidak akan dapat mencium wanginya surga.’ Demikian hadis riwayat Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu majah.”

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement