Rabu 09 Jan 2019 04:56 WIB

Tiga Langkah Wujudkan Keluarga Harmonis Ala Islam

Tujuan berkeluarga adalah mewujudkan sakinah, mawaddah, rahmah, dan amanah.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Pasangan pengantin bersiap mengikuti nikah massal di Thamrin Park Ride, Jakarta, Senin (31/12/2018).
Foto:
Sejumlah pasangan calon pengantin bersiap untuk ijab kabul saat nikah massal pada acara puncak Milad ke-25 tahun Dompet Dhuafa di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (22/9).

Berikut ini tiga  langkah yang dapat ditempuh untuk menjadikan rumah tangga yang selaras dengan Islam.

Pertama, ikhlaskan niat dan bulatkan tekad. Alumnus Universitas Madinah (Arab Saudi) tersebut mengingatkan, suatu pernikahan yang islami berkaitan dengan upaya menyempurnakan agama. 

Nabi SAW bersabda, “Jika seorang hamba telah menikah, sungguh sempurnalah setengah agamanya, hendaklah dia bertakwa kepada Allah pada sebagian lainnya.” (HR Baihaqi).

“Sekali lagi, ikhlaskan niat, luruskan orientasi dan tujuan menikah semata-mata untuk beribadah, memurnikan penghambaan diri kepada Allah SWT, memuliakan sunnah Rasul-Nya, dan menyempurnakan agama,” tutur dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.

Kedua, fokus pada empat pilar keluarga berkah, yakni terpenuhinya sakinah, mawaddah, rahmah, dan amanah. Ibarat suatu rumah, keempat hal tersebut menopang keberlangsungan rumah tangga yang islami.

Sakinah bermakna ketenangan dan kenyamanan spiritual yang terpateri kuat dalam hati. Dengannya, pasangan satu sama lain dapat memberikan ketegaran hidup dan rasa aman dari segala kekhawatiran dan ketakutan. Sakinah akan menyuburkan semaian keimanan, kokohnya keyakinan, dan ketegaran hidup sebagai suami dan istri.

Mawaddah, artinya kelapangan dada atau kekosongan jiwa dari kehendak-kehendak buruk. Cinta yang diiringi dengan mawaddah tidak mudah pudar karena hati begitu lapang dan hampa dari keburukan. Hati yang demikian terbungkus rapi, bak mutiara yang tak mudah dihinggapi keburukan, lahir maupun batin yang mungkin datang dari pasangan kita.

Rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul dalam hati karena menyaksikan kelemahan dan ketidakberdayaan. Dalam hal ini, seorang suami atau istri terdorong secara tulus untuk berempati, sehingga mendatangkan kebaikan bagi pasangannya. Dengan melatih jiwa rahmah, maka itu memunculkan kesabaran, sikap murah hati dan mudah memaafkan.

“Tentu, dalam kehidupan suami istri, tak ada manusia yang sempurna. Dalam ketidaksempurnaan kita, ataupun kelemahan pasangan kita, sikap rahmah ini menjadi penawar. Bukankah Nabi SAW mengajarkan kita, ‘Janganlah seorang suami yang beriman membenci istrinya yang beriman. Jika ia tidak menyukai suatu perangainya, ia akan menyukai perangai yang lain dari pasangannya itu.’” Ujar Ustaz Fathurrahman.

Adapun amanah memiliki akar kata yang sama dengan aman. Maknanya, ‘tenteram’. Kata tersebut juga sama dengan iman, yang berarti ‘percaya.’ Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain dengan disertai rasa aman dari pemberinya.

Sebab, ada kepercayaannya bahwa apa yang diamanatkan itu akan dipelihara dengan baik, aman keberadaannya di tangan pihak yang diberi amanat.

“Istri adalah amanah di pelukan sang suami, dan suami pun amanah di pelukan sang istri. Ikatan suci pernikahan merupakan amanah Allah yang teramat berat dalam dekapan suami-isteri,” kata pengasuh Pondok Pesantren Budi Mulia (PPBM) Yogyakarta itu menyimpulkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement