Selasa 18 Dec 2018 20:12 WIB

Ulama Perempuan Soal Poligami: Boleh tapi Harus Adil

Negara mengatur poligami sebagai upaya memberikan hak adil bagi perempuan.

Rektor IIQ Prof Huzaemah T Yanggo
Foto: iiq
Rektor IIQ Prof Huzaemah T Yanggo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik tentang poligami yang kembali dimunculkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) turut mengundang perhatian pakar. Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Prof Huzaemah T Yanggo angkat bicara. Dia menegaskan bahwa poligami adalah ajaran agama Islam. 

Penegasan ini disampaikan saat mengisi sesi bertajuk Agama sebagai Basis Ketahanan Nasional pada Kongres ke-2 Muslimah Indonesia di Jakarta, Senin (17/12). 

Dia menjelaskan, ayat poligami, kata Prof Huzaemah, tertulis jelas dalam Alquran surah an-Nisaa' ayat ketiga yang artinya, “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.” 

Namun yang perlu diingat, kata dia, ayat fankihu itu berada di kalimat kedua dan diapit oleh dua kalimat wa in khiftum  alla ta'dilu yang bermakna dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil. Ini berarti prinsip keadilan untuk melakukan poligami adalah dasar utama.

Keadilan pertama, kata dia, adalah keadilan untuk anak yatim yang ibunya dinikahi, saat seorang laki-laki memutuskan untuk menikahi seorang janda, maka ia harus adil kepada anak tersebut dan jangan pernah sekali-kali memakan atau memanfaatkan harta anak yatim. 

Sedangkan keadilan kedua, ungkap dia, adalah keadilan di antara istri-istrinya. “Prinsip berpoligami di Alquran adalah untuk memperkuat ketahanan keluarga, jadi harus adil dahulu, “ kata Rektor Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta ini dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Selasa (18/12).

Pemerintah, menurut dia, juga sudah mengatur terkait poligami melalui UU No 1 Tahun 1974 yang salah satu isinya adalah suami yang akan beristri lebih dari seorang bila dengan ketentuan berikut yaitu apabila, istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan.  

“Poligami sudah diatur pemerintah agar masyarakatnya tidak ada yang telantar, seandainya istri tidak dapat memberikan keturunan perlu diperiksa juga ke ahli kesehatan, apakah istrinya yang mandul atau bisa jadi malah suaminya, “ kata peraih gelar doktoral bidang hukum Islam Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir ini sembari meyakinkan sakinah mawaddah dan wa rahmah, merupakan kunci dalam mewujudkan ketahanan keluarga yang baik. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement