Sabtu 17 Feb 2018 06:29 WIB

Batasan Aurat untuk Mahram

Para ulama membagi mahram menjadi muabad dan muaqat.

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Mahram (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Mahram (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —Setiap perempuan memiliki mahram yang tidak boleh dinikahi berdasarkan tuntunan Alquran. Para ulama membagi mahram menjadi mahram muabad (selama-lamanya) dan muaqat (dilarang dinikahi untuk kondisi tertentu).

Mahram muabad bisa terjadi karena tiga hal, yakni akibat nasab atau hubungan darah, pernikahan, dan persusuan. Contoh hubungan mahram muabad karena nasab adalah ayah, abang, keponakan kandung, paman, hingga adik kandung.

Untuk konteks hubungan pernikahan contohnya adalah ayah mertua. Sementara, hubungan persusuan, yakni orang yang sama-sama mendapatkan susu dari ibu kandung sesuai dengan aturan syara', meski bukan saudara kandung.

Dalam konteks mahram muabad, masih banyak pertanyaan mengenai batasan aurat yang bisa diperlihatkan kepada objek mahram kita. Allah SWT sudah memerintahkan kita untuk tidak menampakkan perhiasan kecuali kepada beberapa golongan dalam konteks mahram sebagaimana berikut.

 

Janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara- saudara laki-laki mereka, atau putra- putra saudara lelaki mereka, atau putra- putra saudara perempuan mereka...(QS an-Nur: 31).

Ustazah Aini Aryani menjelaskan, dalam mazhab Hanafi, perhiasan dalam ayat tersebut dimaknai sebagai anggota tubuh yang lazim mengenakan perhiasan. Dengan demikian, yang boleh di perlihatkan kepada mahram adalah anggota tubuh yang biasa mengenakan mahkota, telinga, dan sebagainya.

Pertama, mahkota kerap dikenakan kepala. Kedua, anting dikenakan oleh telinga. Ketiga, gelang dikenakan pergelangan tangan. Ke empat, kalung dikenakan oleh leher. Terakhir, gelang kaki dikenakan kaki. Dengan demikian, mazhab Hanafi berpendapat jika lima anggota tubuh tersebut yang boleh diperlihatkan kepada mahram.

Sementara itu, Ustazah Aini menjelaskan, mazhab Hanbali dan Maliki berpendapat, batasan aurat yang boleh diperlihatkan kepada mahram adalah anggota tubuh yang biasa dibuka ketika beraktivitas di dalam rumah sesuai dengan kebiasaan masyarakat setempat.

Namun, di luar tempat seperti kamar mandi. Contohnya, yakni ruang tamu, dapur, dan sebagainya.Dengan demikian, jika paramater yang diambil adalah Indonesia maka batasan aurat yang bisa diperlihatkan dalam mazhab Hanbali dan Maliki, yakni kepala, telinga, tangan, dan kaki.

Mazhab Syafii merupakan mazhab yang paling ringan dalam masalah batasan aurat kepada mahram.Ustazah Aini menjelaskan, mazhab Syafii berpendapat jika batasan aurat dalam mazhab Syafii, yakni apa yang ada selain di antara pusar dan lutut. Hanya, dengan catatan, dibukanya aurat tersebut aman dari fitnah. Fitnah di sini berarti membuat orang ingin bermaksiat.

Ustazah Aini pun mencontohkan, ada kalanya seorang perempuan memiliki mertua yang berstatus sebagai duda.Sementara itu, perempuan ini punya kebutuhan untuk menyusui anaknya. Menurut Ustazah Aini, untuk menghindari fitnah, sebaiknya perempuan itu menghindari dalam memperlihatkan bagian payudaranya kepada mertua karena alasan fitnah tersebut. Jika kondisinya aman, dalam artian mertuanya masih mempunyai istri maka tidak masalah saat menyusui anak di depan mertuanya itu.Wallahu a'lam. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement