Kamis 24 Dec 2015 19:22 WIB

Menafsirkan Mimpi, Bolehkah?

Rep: Hanan Putra/ Red: Agung Sasongko
Bermimpi/Ilustrasi
Foto:
Bermimpi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah syariat Nabi Muhammad SAW, mimpi tidak bisa lagi menjadi hujjah untuk sebuah hukum sebagaimana terjadi pada zaman Nabi Ibrahim AS.

Imam Asy-Syathibi menegaskan, "Sesungguhnya mimpi dari selain para Nabi secara syar'i tidak boleh dijadikan landasan untuk menghukumi perkara apa pun, kecuali setelah ditimbang dengan hukum syariat. Apabila diperbolehkan maka bisa diamalkan. Bila tidak diperbolehkan maka wajib ditinggalkan dan berpaling darinya. Faidah dari mimpi tersebut hanyalah memberi kabar gembira atau peringatan; adapun menentukan sebuah hukum dengannya maka tidak boleh sama sekali." Demikian dipaparkannya dalam Al-I'tisham (2/78).

Abdurrahman bin Yahya Al-Mu'allimi juga menambahkan, para ulama telah bersepakat bahwa mimpi tidak bisa dijadikan hujjah (dalil). Jadi mimpi hanyalah sebatas memberi kabar gembira atau peringatan. Di samping itu bisa juga menjadi ibrah (pelajaran) apabila sesuai dengan dalil syar'i yang sahih. Demikian sebagaimana ia tulis dalam  At-Tankiil (2/242).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement