Jumat 02 Oct 2015 17:04 WIB

Apa Hukum Badal Haji?

Rep: Hanan Putra/ Red: Agung Sasongko
Jamaah dalam ritual prosesi haji di Mina.
Foto: Reuters
Jamaah dalam ritual prosesi haji di Mina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hanya ibadah haji yang pensyariatannya diikuti kalimat man ista tha'a ilaihi sa bila (siapa yang punya kemampuan untuk menunaikannya). Rukun Islam kelima ini mendapat pengakuan bahwa pelaksanaannya berat bagi sebagian orang. Namun, rukun tetaplah rukun. Pelaksanaannya tetap disyariatkan walaupun dengan jalan dibadalkan.

Secara syariat, badal haji maksudnya menggantikan orang lain untuk melaksanakan haji karena terhalang uzur tertentu. Saat musim haji, jasa penawaran badal haji sangat banyak di Tanah Suci. Badal haji bahkan menjadi peluang bisnis tersendiri di musim haji. Bagi mereka yang ingin membadalkan haji orang lain, ada tuntunan syariat yang harus mereka perhatikan.

Ijma para ulama mengatakan, orang yang akan membadalkan haji orang lain adalah orang yang sudah haji terlebih dahulu. Hal ini berdalil dari hadis Ibnu Abbas RA yang mengatakan bahwa Na bi SAW pernah mendengar seseorang membacakan niat haji Labbaik `an Syabromah (aku memenuhi panggilan-Mu dan ini haji dari Syabromah).

Nabi SAW bertanya kepadanya,"Apakah engkau sudah berhaji untuk dirimu sendiri?" Ternyata ia belum pernah haji. Lantas Beliau SAW bersabda, "Berhajilah untuk dirimu terlebih dahulu, baru engkau hajikan Syabromah."

 

Di samping itu, ijma ulama juga berpegang pada kaidah fikih, dalam hal ibadah seseorang harus mendahulukan dirinya terlebih dahulu sebelum orang lain. Dalam berwudhu misalkan. Jika air hanya cukup untuk satu orang, si pemilik airlah yang harus berwudhu dengan airnya. Tidak boleh ia memberikan air tersebut kepada orang lain kemudian ia bertayamum.

Orang yang dibadalkan hajinya memang punya uzur (halangan) yang diakui syariat. Misalkan, orang tersebut sudah sangat tua yang tak sanggup melakukan perjalanan, sakit yang tak ada harapan sembuh, meninggal dunia, atau alasan- alasan logis lainnya yang menghalanginya ke Tanah Suci.

Orang yang sebenarnya punya kemampuan untuk melaksanakan haji, tidak sah jika ia membadalkan iba- dah hajinya kepada orang lain. Demikian bunyi ijma ulama.

Ibnul Mundzir dalam Al-Mughni (3/185) mengatakan, tidak sah hajinya orang yang mampu namun membadalkan hajinya. Lembaga Fatwa Lajnah Daimah Arab Saudi menambahkan, uzur syar'i yang dapat diterima untuk dibadalkan hanyalah uzur yang bersifat fisik.

Jika uzur tersebut dalam hal finansial, gugurlah kewajiban haji dari dirinya dan tidak perlu untuk dibadalkan.

Pembadal haji hanya bisa membadalkan satu orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement