Senin 14 Jan 2013 21:58 WIB

Yang Paling Berhak Menshalati Jenazah (1)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: ANTARA/Seno S
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Inti dari shalat jenazah ialah doa untuk almarhum. Doa yang dipanjatkan oleh kerabat dekat berpotensi terkabul.

Ada tahapan-tahapan pengurusan jenazah dalam Islam. Salah satunya, shalat jenazah.

Terkait hukumnya, para ulama keempat mazhab sepakat bahwa shalat yang tidak disertai rukuk, iktidal, dan sujud atau bangun dari kedua sujud itu hukumnya ialah fardlu kifayah.

Artinya, kewajiban tersebut dianggap terpenuhi bila telah dilaksanakan sejumlah orang.

Karenanya, Rasulullah senantiasa memerintahkan agar tuntunan itu terlaksana dengan baik. Sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah menyebut, Rasul menyerukan para sahabatnya untuk menshalati jenazah.

Ada banyak dimensi keuntungan di balik anjuran shalat jenazah. Shalat ini, seperti tertuang di riwayat yang shahih, ganjarannya sangat besar, sebesar gunung.

Dan, jika disempurnakan dengan mengiringi jenazah tersebut sampai ke liang lahat, pahalanya bertambah, sebesar dua gunung. Lalu, muncul pertanyaan, siapakah yang paling berhak untuk menshalati jenazah?

Ada perbedaan pandangan ulama menyikapi masalah ini. Syekh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan hal itu dalam karyanya yang monumental “Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu”.

Pendapat yang pertama menyatakan bahwa yang dikedepankan melakukan shalat jenazah ialah otoritas pemerintah wilayah tersebut, misal, kepala desa atau yang lebih tinggi.

Ini dengan catatan, bila yang bersangkutan hadir. Jika tidak, seorang hakim agama, baru kemudian, tokoh agama atau imam setempat. Terakhir ialah wali laki-laki. Opsi ini merupakan pendapat yang digunakan oleh Mazhab Hanafi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement